REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesedihan, kemarahan, dan ketakutan dikategorikan sebagai emosi negatif, yang merupakan bagian tak terhindarkan dari pengalaman manusia. Pertanyaannya, dari mana emosi negatif berasal dan mengapa semua orang merasakannya?
Pakar neurosains Dean Burnett membagikan wawasan tentang penelitian terbaru terkait bahasan tersebut. Penulis buku The Happy Brain itu berpendapat semua orang tidak perlu ragu untuk mengekspresikan emosi yang dirasakan, baik itu negatif maupun positif.
Dikutip dari laman Science Focus, Ahad (23/4/2023), Burnett menjelaskan bahwa studi tentang emosi biasanya diberi label ilmu saraf afektif. Salah satu aliran pemikiran menunjukkan bahwa otak bertindak seperti pembuat tembikar dalam membentuk emosi.
Otak menghasilkan reaksi emosional terhadap apa pun yang terjadi pada kita dan kemudian menggunakannya untuk mengatakan "Benar, dalam hal ini kita perlu mengalami rasa takut", sehingga otak menghasilkan respons rasa takut.
"Atau, dalam kasus lain kita mengalami ketidakadilan sehingga otak membangkitkan respons kemarahan," ungkap Burnett.
Ilmuwan mempelajari emosi dengan meninjau aktivitas saraf yang terjadi di otak menggunakan pemindai otak. Saat seseorang takut, misalnya, akan terlihat aktivitas di amigdala, yang merupakan salah satu pusat emosi di otak yang terlibat dalam banyak proses emosi.
Sementara itu, ketika seseorang merasa jijik, baik itu karena melihat pemandangan yang menjijikkan atau menyimak cerita yang menjijikkan, biasanya terlihat peningkatan aktivitas di bagian otak yang berbeda. Area yang disebut korteks insula menjadi lebih aktif.
Berbeda pula pada orang yang sedang marah, akan tampak aktivitas yang meningkat di daerah hipotalamus tertentu. Studi pun menunjukkan bahwa ada hubungan langsung antara saraf yang terjadi di otak, emosi, dan ekspresi wajah.
Menurut Burnett, kebanyakan penelitian tentang emosi manusia berdasarkan pengamatan terhadap wajah orang dan mengenali ekspresi yang merek tunjukkan. Segala sesuatu yang dipikirkan, dilakukan, dan dirasakan seseorang bisa dipengaruhi atau bahkan disebabkan secara langsung oleh keadaan emosinya.