REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Prancis, Ukraina, dan negara-negara Baltik mengungkapkan kekecewaan setelah Duta Besar China di Paris Lu Shaye mempertanyakan kedaulatan negara-negara bekas Uni Soviet seperti Ukraina.
Dia menyatakan, wilayah-wilayah tersebut secara historis itu adalah bagian dari Rusia. Lu ditanya tentang posisinya tentang status Krimea adalah bagian dari Ukraina atau tidak dalam wawancara yang disiarkan di televisi Prancis pada Jumat (21/4/2023).
Dia mengatakan, secara historis itu adalah bagian dari Rusia dan telah ditawarkan ke Ukraina oleh mantan pemimpin Soviet Nikita Khrushchev.
"Negara-negara bekas Uni Soviet ini tidak memiliki status sebenarnya dalam hukum internasional karena tidak ada kesepakatan internasional untuk mewujudkan status kedaulatan mereka," ujar Lu.
Prancis menanggapi pada Ahad (23/4/2023), menyatakan solidaritas penuh dengan semua negara sekutu yang terkena dampak.
Parasi menegaskan, negara-negara itu telah memperoleh kemerdekaan setelah puluhan tahun ditindas.
"Khususnya di Ukraina, itu diakui secara internasional di dalam perbatasan termasuk Krimea pada 1991 oleh seluruh komunitas internasional, termasuk China," kata seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis.
Juru bicara itu menyatakan, China harus mengklarifikasi apakah komentar ini mencerminkan posisinya atau tidak.
Baca juga: 6 Fakta Seputar Saddam Hussein yang Jarang Diketahui, Salah Satunya Anti Israel
Sedangkan tiga negara Baltik Estonia, Latvia, dan Lituania, serta Ukraina yang semuanya dulunya bagian dari Uni Soviet bereaksi dengan cara yang sama seperti Prancis.
"Aneh mendengar versi absurd 'sejarah Krimea' dari seorang perwakilan negara yang sangat teliti tentang sejarah seribu tahunnya," kata asisten presiden senior Ukraina Mykhailo Podolyak di Twitter.
"Jika Anda ingin menjadi pemain politik utama, jangan menirukan propaganda orang luar Rusia," ujar Podolyak.
Kementerian Luar Negeri China belum berkomentar atas penyataan tersebut dan gugatan dari beberapa negara.