REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) telah mengerahkan tim ahli tanggap bencana ke Sudan. USAID mengoordinasikan tanggap kemanusiaan saat pertempuran melanda Sudan.
Kepala USAID Samantha Power pada Ahad (23/4/2023) mengatakan, Tim Tanggap Bantuan Bencana akan beroperasi di luar Kenya untuk tahap awal. Dia menambahkan, para ahli bekerja dengan komunitas dan mitra internasional untuk mengidentifikasi kebutuhan prioritas dan memberikan bantuan kemanusiaan dengan aman.
"Amerika Serikat memobilisasi untuk meningkatkan bantuan kepada rakyat Sudan yang terjerat di antara faksi-faksi yang bertikai," kata Power.
Letusan pertempuran delapan hari lalu antara tentara dan kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) telah memicu krisis kemanusiaan. Konflik ini menewaskan ratusan orang dan menjebak jutaan orang Sudan tanpa akses ke layanan dasar.
Runtuhnya Sudan secara tiba-tiba ke dalam peperangan telah menghancurkan rencana untuk memulihkan pemerintahan sipil. Konflik membawa negara yang sudah miskin itu ke ambang bencana kemanusiaan, dan mengancam konflik yang lebih luas yang dapat menarik kekuatan luar.
"Pertempuran antara Angkatan Bersenjata Sudan dan Pasukan Pendukung Cepat di Sudan telah merenggut ratusan nyawa, melukai ribuan orang, dan lagi-lagi menghancurkan aspirasi demokrasi rakyat Sudan. Warga sipil yang terjebak di rumah mereka tidak dapat mengakses obat-obatan yang sangat dibutuhkan, dan menghadapi prospek kekurangan listrik, air, dan makanan yang berlarut-larut," kata Power, dilansir laman Reuters.
Power mengatakan, perang ini semakin menambah situasi buruk di Sudan. Hampir 16 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia sebelum pecahnya kekerasan ini.
Power menyerukan agar kedua pihak mengakhiri pertempuran, dan mematuhi hukum kemanusiaan internasional, termasuk dengan memungkinkan akses yang aman dan tanpa hambatan bagi pekerja kemanusiaan dan medis. Amerika Serikat pada Sabtu (22/4/2023) mengevakuasi personel pemerintah AS dari kedutaannya di Khartoum dan menghentikan sementara operasi di kedutaan karena risiko keamanan.