Selasa 25 Apr 2023 06:10 WIB

Cina Tegaskan Negara Pecahan Soviet Berdaulat

Sebelumnya Dubes Cina untuk Prancis mengatakan Krimea adalah bagian dari Rusia.

Rep: Dwina Agustin, Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
Krimea. Dubes Cina untuk Prancis Lu Shaye mengatakan secara historis Krimea adalah bagian dari Rusia.
Foto: grid.al
Krimea. Dubes Cina untuk Prancis Lu Shaye mengatakan secara historis Krimea adalah bagian dari Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan pada Senin (24/4/2023), negara itu menghormati status bekas negara anggota Uni Soviet sebagai negara berdaulat. Pernyataan itu meralat penilaian yang disampaikan Duta Besar Cina untuk Prancis Lu Shaye yang memicu keributan. 

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Mao Ning mengatakan, Cina menghormati status bekas negara anggota Soviet sebagai negara berdaulat setelah runtuhnya wilayah tersebut. Dia mengatakan, pernyataannya tentang kedaulatanlah yang mewakili sikap resmi pemerintah Cina. 

Baca Juga

Lu dalam sebuah wawancara yang disiarkan di televisi Prancis mengatakan, secara historis Krimea adalah bagian dari Rusia dan telah ditawarkan ke Ukraina oleh mantan pemimpin Soviet Nikita Khrushchev. Pernyataan itu muncul saat dia ditanya tentang posisinya terhadap Krimea adalah bagian dari Ukraina atau bukan. 

"Negara-negara bekas Uni Soviet ini tidak memiliki status sebenarnya dalam hukum internasional karena tidak ada kesepakatan internasional untuk mewujudkan status kedaulatan mereka," kata Lu pada pekan lalu. 

Kedutaan Besar Cina di Paris akhirnya mengeluarkan pernyataan pada Senin malam, bahwa komentar Lu tentang Ukraina bukanlah deklarasi politik. Komentar itu merupakan ekspresi dari pandangan pribadinya. 

Kedua pernyataan resmi Cina ini pun mendapatkan sambutan baik dari berbagi negara termasuk Eropa. "Beijing telah menjauhkan diri dari pernyataan duta besarnya yang tidak dapat diterima," kata Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan Josep Borrell. 

Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan, pihaknya memperhatikan klarifikasi Cina. Kepala staf menteri telah bertemu dengan Lu pada Senin dan mengatakan kepadanya bahwa komentarnya tidak dapat diterima. Paris juga mendesaknya untuk berbicara dengan cara yang sejalan dengan sikap resmi negaranya.

Pernyataan dari Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar Cina di Paris muncul setelah kritik dari seluruh Uni Eropa. Menteri Luar Negeri Ceko Jan Lipavsky mengatakan, komentar Lu sama sekali tidak dapat diterima. "Saya berharap bos duta besar ini akan meluruskan hal ini," katanya.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman mengatakan, telah menilai komentar Lu dengan sangat heran. "Terutama karena pernyataan itu tidak sejalan dengan posisi Cina yang kita ketahui sejauh ini," katanya. 

Sedangkan Menteri Luar Negeri Lithuania Gabrielius Landsbergis mengatakan, ketiga negara Baltik akan memanggil perwakilan Cina untuk secara resmi meminta klarifikasi. Dia mengatakan, Beijing mengirim pesan yang sama seperti Moskow dalam mempertanyakan kedaulatan negara-negara bekas Soviet dan itu digambarkan sebagai berbahaya. 

Lituania dan tetangganya di Baltik, Latvia dan Estonia dimasukkan ke dalam Uni Soviet pada 1940. Kemudian mereka memperoleh kembali kemerdekaannya setelah pecah pada 1991.

Lu telah dipanggil ke Kementerian Luar Negeri Prancis beberapa kali di masa lalu, termasuk karena menyarankan Prancis meninggalkan orang tua di panti jompo selama pandemi Covid-19. Dia juga pernah menyebut seorang sarjana Cina yang dihormati di lembaga pemikir Prancis sebagai 'hyena gila'. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement