Selasa 25 Apr 2023 08:09 WIB

Oknum Peneliti BRIN Ancam Muhammadiyah, Aparat Diminta Bertindak Cepat

Salah satu kepribadian Muhammadiyah yakni taat pada perundang-undangan yang berlaku.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi Gedung Badan Riset Inovasi dan Teknologi (BRIN)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi Gedung Badan Riset Inovasi dan Teknologi (BRIN)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pimpinan Muhammadiyah Wilayah (PWM) DIY menyesalkan pernyataan pakar dan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andi Pangerang (AP) Hasanuddin, yang disampaikannya melalui media sosial. AP mengancam membunuh seluruh warga Muhammadiyah, yang mana sikapnya tersebut membuat gaduh.

"Sungguh sangat mengerikan karena bisa memancing kegaduhan, bahkan perpecahan bangsa dan itu tidak boleh terjadi di negara yang berlandaskan Pancasila," kata Sekretaris PWM DIY, Arif Jamali Muis, dalam keterangan tertulisnya yang sudah diizinkan untuk dikutip Republika, Senin (24/4/2023).

Untuk itu, ia meminta agar aparat kepolisian dapat mengambil tindakan cepat dan antisipatif sesuai undang-undang yang berlaku.

Pihaknya juga menyesalkan dan prihatin terhadap pernyataan Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin. Menurut dia, komentar keduanya sangat provokatif dan di luar batas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  

Arif pun meminta kepada umat Islam untuk tidak terpancing dengan pernyataan provokatif tersebut. "Kepada umat Islam untuk tidak terpancing dengan usaha-usaha provokatif yang dapat memecah belah umat, merusak persatuan bangsa, dan mencoreng usaha-usaha menjadikan Islam sebagai agama rahmatan lil 'alamin," ujar Arif.

Diketahui, ramai di media sosial Facebook soal balasan komentar dari peneliti BRIN AP Hasanuddin. Komentar pakar astronomi BRIN itu menyinggung perbedaan jadwal Idul Fitri 1444 H warga Muhammadiyah dan menganggap mereka sebagai musuh bersama dalam hal takhayul, bid'ah, dan kurafat.

Awalnya, AP Hasanuddin berkomentar di kolom pernyataan Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin. Di awal mula konflik daring itu, Thomas menyebut jika Muhammadiyah tidak taat kepada pemerintah soal penetapan Lebaran 2023.

Terkhusus untuk warga Muhammadiyah, Arif juga menekankan bahwa apa yang terjadi saat ini menimpa Muhammadiyah karena perbedaan dalam menentukan 1 Syawal dianggap sebagai hal yang biasa dan wajar. Dulu, katanya, KH Ahmad Dahlan beserta santrinya juga diintimidasi ketika melakukan pembaharuan dengan memperbaiki arah kiblat.

"Kiai Dahlan dianggap kiai kafir, bahkan langgarnya dirobohkan dan dibakar. Walau 100 tahun kemudian, umat Islam meyakini tentang arah kiblat yang disampaikan oleh Kiai Dahlan, bahkan Kemenag menerbitkan sertifikat/surat keterangan tentang arah kiblat di masjid-masjid," kata Arif.

Arif juga mengajak seluruh warga Muhammadiyah untuk menyerahkan masalah ancaman dan ujaran kebencian terhadap Muhammadiyah ini kepada aparat yang berwajib. Arif menegaskan, salah satu kepribadian Muhammadiyah, yakni taat pada perundang-undangan yang berlaku.

"Kita semua konsisten saja dengan arah perjuangan Muhammadiyah karena apa yang kita lakukan adalah untuk umat dan bangsa serta selalu mengharapkan ridha Allah SWT," kata Arif menambahkan.

Kepada Thomas Djamaluddin, Republika juga sudah mengonfirmasi pernyataan itu secara langsung. Meski demikian, dirinya meminta waktu untuk menjelaskan lebih jauh dengan mempelajari setiap komentar dari awal.

"Perlu dilihat konteks komentar sebelumnya, sedang saya cari di Facebook saya," kata Thomas mengklarifikasi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement