REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut perusahaan data dan analitik GlobalData yang berbasis di London, Inggris, ketegangan geopolitik global dan peningkatan kerawanan pangan dan kemiskinan akan terus membebani ekonomi Timur Tengah dan Afrika (MEA) secara negatif.
Laporan Pembaruan Kuartalan Laporan Risiko Global Q4 2022 terbaru dari GlobalData, mengevaluasi 56 negara di kawasan MEA, dua negara diidentifikasi dalam zona risiko sangat rendah, empat negara di zona risiko rendah, 11 negara di bawah risiko yang dapat dikelola, 21 negara dengan risiko tinggi, dan 18 negara dalam zona risiko sangat tinggi. Dari 153 negara, Ethiopia, Madagaskar, Mali, Guinea-Bissau, Angola, Mauritania, Liberia, Sierra Leone, Kongo, Burundi, Chad, Libya, Mozambik, Yaman, dan Suriah dari kawasan MEA masuk dalam daftar 15 besar negara berisiko tertinggi dalam pembaruan terkini itu.
"Keputusan OPEC+ untuk memangkas produksi minyak dapat berdampak pada profitabilitas negara penghasil minyak di kawasan MEA, yang sangat bergantung pada ekspor minyak untuk menggerakkan ekonomi mereka," kata Analis Riset Ekonomi di GlobalData, Bindi Patel, seperti dilansir Zawya.
Pada saat yang sama, banyak negara di kawasan MEA sangat bergantung pada impor pangan. Gangguan pada rantai pasokan pangan akibat faktor-faktor seperti konflik di Ukraina dan Suriah, kekeringan di negara-negara Tanduk Afrika dan Kenya terus menjadi tantangan yang signifikan bagi ketahanan pangan, tambahnya.
Menurut GlobalData, kawasan MEA sangat terpengaruh oleh gangguan rantai pasokan dan kenaikan harga komoditas penting seperti makanan dan bahan bakar karena ketergantungan yang tinggi pada Rusia dan Ukraina untuk impor bahan makanan pokok. Wilayah ini juga bergulat dengan tantangan yang terus-menerus seperti kerusuhan sosial, kerawanan pangan, dan utang yang menggunung.
Hasilnya, skor risiko wilayah tersebut meningkat dari 54 menjadi 54,3 dari 100 pada pembaruan Q4 2022. Patel memperkirakan tingkat inflasi di kawasan MEA akan tetap "sangat tinggi", dengan hanya proyeksi penurunan marjinal meskipun penerapan kebijakan moneter yang lebih ketat.
Tingkat inflasi di wilayah ini diperkirakan 18,7 persen pada 2023, dengan tingkat yang sangat tinggi diantisipasi di Mesir (23,3 persen), Iran (40,7 persen), Turki (43,7 persen), dan Nigeria (19,3 persen).