REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Negara-negara Eropa, Cina, dan lainnya dari seluruh dunia berlomba untuk mengevakuasi ribuan warga dari Khartoum pada Senin (24/4/2023). Gerak cepat ini dilakukan saat jeda pertempuran disepakati antara tentara dan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) sebelum kesepakatan gencatan senjata dicapai.
Pertempuran cukup mereda selama akhir pekan sehingga Amerika Serikat untuk mengeluarkan staf kedutaan dengan helikopter militer, memicu desakan evakuasi oleh negara lain. Setidaknya dua konvoi yang terlibat dalam evakuasi diserang, termasuk satu yang membawa staf kedutaan Qatar dan satu lagi membawa warga negara Prancis, salah satunya terluka.
Prancis dan Jerman mengatakan pada Senin (24/4/2023), mereka telah mengevakuasi sekitar 700 orang, tanpa memberikan rincian kewarganegaraannya. Sebuah pesawat angkatan udara Jerman yang membawa pengungsi mendarat di Berlin pada Senin pagi.
Beberapa negara mengirim pesawat militer dari Djibouti untuk menerbangkan orang keluar dari ibu kota. Sementara operasi lain membawa orang dengan konvoi ke Port Sudan di Laut Merah berjarak sekitar 800 km melalui jalan darat dari Khartoum. Dari sana, ada yang naik kapal ke Arab Saudi.
Indonesia mengatakan, sejauh ini lebih dari 500 warganya telah dievakuasi ke pelabuhan dan menunggu transportasi ke Jeddah di seberang Laut Merah. Chna, Denmark, Lebanon, Belanda, Swiss, dan Swedia juga menyatakan telah mengeluarkan warga negaranya, sementara Jepang mengatakan sedang bersiap mengirim tim evakuasi dari Djibouti.
Konvoi sekitar 65 kendaraan yang membawa sekitar 700 staf PBB internasional, organisasi non-pemerintah, dan staf kedutaan serta tanggungannya melaju dari Khartoum ke Port Sudan sebagai bagian dari evakuasi pada akhir pekan. Evakuasi staf internasional dari Darfur, wilayah barat yang pertempuran juga meningkat, sedang dilakukan dengan beberapa menuju Chad dan lainnya ke Sudan Selatan.
Ledakan kekerasan yang tiba-tiba antara militer dan RSF yang bersenjata lengkap pada 15 April telah memicu krisis kemanusiaan dan menewaskan 420 orang. Bersama dengan jutaan orang Sudan yang tidak memiliki akses ke layanan dasar dan terjebak di rumah, ribuan diplomat asing, pekerja bantuan, pelajar dan keluarga terjebak di zona perang minggu lalu.
Tapi, Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan RSF akhirnya bersepakatan menyetujui gencatan senjata 72 jam mulai Selasa (25/4/2023). Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi memediasi gencatan senjata itu. Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken mengumumkan perjanjian itu terlebih dahulu.
"Selama periode ini, Amerika Serikat mendesak SAF dan RSF untuk segera dan sepenuhnya menegakkan gencatan senjata," kata Blinken.
Indonesia pun bergerak cepat untuk mengevakuasi WNI. Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno LP Marsudi menyampaikan bahwa pemerintah sedang mengevakuasi sebanyak 538 orang warga negara Indonesia (WNI) dari Sudan.
“Alhamdullilah, pada pukul 01.00 dini hari waktu setempat atau pukul 06.00 pagi WIB pada hari ini, 538 WNI telah tiba dengan selamat di Kota Port Sudan,” ujar Menlu dalam pernyataan tertulisnya, Senin (24/4/2023).
Sebanyak 538 WNI yang dievakuasi akibat adanya konflik bersenjata di Sudan tersebut terdiri dari 273 perempuan, 240 laki-laki, dan 25 balita. WNI yang dievakuasi sebagian besar adalah mahasiswa Indonesia, pekerja migran Indonesia, karyawan perusahaan Indofood dan staf KBRI beserta keluarga.
“Ini adalah evakuasi tahap pertama yang dipimpin langsung oleh Dubes RI di Khartoum. Evakuasi dilakukan dengan menggunakan bis sebanyak delapan buah dan satu mini bus KBRI,” ujar Retno.
Menlu menjelaskan, WNI yang dievakuasi berangkat dari Khartoum pada Minggu (23/04/2023) pukul 08.00 waktu setempat (WS) atau pukul 13.00 WIB. Para WNI tersebut menempuh perjalanan selama sekitar 15 jam dengan jarak 830 kilometer menuju ke Port Sudan, melalui Kota Atbara, Damir, Mismar, dan Sawakin serta melewati sekitar 15 pos pemeriksaan.
“Saat ini, 538 WNI tersebut sedang beristirahat di rumah persinggahan di Port Sudan sebelum keberangkatan menuju Jeddah melalui jalur laut. Insyaallah persiapan pulang ke Indonesia juga terus dilakukan,” kata Menlu.