REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sholat merupakan amalan pertama yang akan dihisab pada hari kiamat. Sholat dapat dilakukan secara sendiri ataupun berjamaah, namun yang pasti sholat berjamaah lebih utama dibandingkan sholat munfarid (sendiri).
Menurut Ketua Pengurus Besar Muslimat Nahdlatul Ulama (NU), Mursyidah Thahir, sholat itu adalah masalah ibadah yang harus diukur dari dua aspek, yakni aspek lahiriyah dan aspek batiniyah.
Aspek lahiriyah harus suci dari najis maupun hadats, serta harus sesuai syarat dan rukun sholat. Itu aspek lahiriyah dan sifatnya administratif dikelola oleh ulama fiqih, kalau terpenuhi syarat dan rukun maka sholatnya sah.
“Tapi ini masih bersifat administratif, lahiriyah, kuantitatif, targetnya sah, tugas fiqih selesai,” kata Mursyidah dalam sambungan telepon.
Aspek kedua batiniyah, dikelola ulama syatawuf. Jadi ulama tasawuf menganggap sah saja tidak cukup, sholat harus khusyu agar diterima Allah SWT.
Lalu para ulama tasawuf memberikan satu panduan kualitas ibadah yang penting dan harus dijaga selain kuantitas, selain syarat dan rukun yang sudah diajarkan ulama fiqih, maka ditingkatkan terkait kualitasnya yang harus dijaga supaya sholatnya khusyu.
“Beda kan? Kalau fiqih sholat harus sah (selama rukun dan syaratnya terpenuhi) kalau tasawuf sholat harus khusyu. Nah supaya sholat itu khusyu dan diterima Allah, ikutilah tatacata sholat yang diajarkan Rasulullah,” kata Mursyidah, Selasa (25/4/2023).
Maka, salah satu yang dianjurkan supaya sholat mencapai kualitas yang lebih tinggi dilakukanlah dengan berjamaah. Karena ketika seseorang sholat sendiri, belum tentu sholatnya diterima dan kekhusyuannya juga terjamin, sedangkan apabila sholat berjamaah otomatis terjamin.
Kenapa terjamin? Karena sholat dilakukan secara berjamaah, Allah mengutus malaikat untuk melihat siapa yang paling bagus bacaannya itu dari imam dulu, imam sholat apakah syarat dan rukun yang diajarkan fiqih dan tatacara sholat yang diajarkan Rasulullah sudah dilihat bagus ya bagus, begitu lihat kekhusyuannya ternyata imam ga khusyu, lalu Allah memerintahkan kalau imam tidak khusyu maka lihatlah barisan paling depan, tidak ada yang khusyu, barisan kedua, tidak juga ada yang khusyu, barisan ke empat, tidak ada juga yang khusyu, ternyata hanya 1 di barisan paling belakang.
“Itu kualitas yang diajarkan tasawuf, nah kualitas yang dijaga itu, dari banyaknya orang, 90 persen yang tidak khusyu, hanya 10 persen yang khusyu, maka yang 100 persen jamaah ini dilebur dan diterima semua sholatnya karena 10 orang ini. Bahkan, jika pun hanya 1 orang saja yang khusyu dari 99 persen yang tidak khusyu, ini diterima sholatnya oleh Allah sebagai ibadah yang khusyu,” tambah Mursyidah.
Lalu bagaimana jika sholat tersebut tidak mengikuti contoh dari Rasulullah? Menurut Mursyidah, sekali lagi jika aspek lahiriyah seperti syarat dan rukun sholat terpenuhi, maka shalatnya sah. Hanya saja, Rasulullah sudah memberikan panduan bagaimana tatacara sholat berjamaah tersebut.
“Meskipun sholatnya sah, Rasulullah memberikan panduan bahwa sholat berjamaah itu harus mengikuti aturan, yang pertama laki-laki dewasa harus di barisan depan, di barisan belakangnya anak-anak laki-laki, barisan berikutnya anak-anak perempuan baris memanjang ke kanan, kemudian yang paling belakang adalah ibu-ibu,” kata Mursyidah.
Jadi, ibu-ibu ini sebagai tut wuri handayani yang melihat anak-anaknya sholat. Jadi, itulah sholat (berjamaah) yang diajarkan Rasulullah turun temurun, semua mazhab Syafi’i, Hanbali, Maliki tidak ada yang berbeda terhadap aturan ini.
"Nah kalau tidak mengikuti tatacara ini lalu untuk apa sholat berjamaah? Dia kehilangan keafdholan," ucapnya.
Padahal untuk memperoleh keafdholan, untuk memperoleh nilai yang lebih tinggi, itulah yang ditiru, kita semua memburu itu. Berjamaah yang lebih afdhol seperti tatacara yang diajarkan rasulullah. Kalau tidak seperti itu lalu untuk apa.