Rabu 26 Apr 2023 12:59 WIB

Legislator Minta Proses Hukum Peneliti BRIN Tetap Berjalan

Peneliti BRIN yang ancam Muhammadiyah dipolisikan.

Rep: Nawir Arsyad/ Red: Muhammad Hafil
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andi Pangerang (AP) Hasanuddin.
Foto: Dok Republika
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andi Pangerang (AP) Hasanuddin.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menghormati permintaan maaf dari peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andi Pangerang Hasanuddin. Namun, proses hukum terkait pernyataannya di media sosial yang mengancam warga Muhammadiyah tetap harus berproses.

"Permintaan maaf yang bersangkutan tetap kita hormati. Begitupun jika postingannya itu ditindaklanjuti dengan proses hukum, itu juga bentuk penghormatan terhadap supremasi hukum," ujar Nasir lewat keterangannya, Rabu (26/4/2023).

Baca Juga

Di samping itu, ia berharap petinggi BRIN juga memberikan sanksi disiplin terkait penelitinya yang mengeluarkan pernyataan intoleran. Tujuannya, agar ke depan tak terjadi lagi para peneliti mengeluarkan pernyataan yang berpolemik.

"Penegakan kode etik dalam bentuk sanksi kepada yang bersangkutan diharapkan  memberikan efek jera, agar ke depan jangan ada orang di BRIN yang memecah belah umat beragama," ujar Nasir.

Sebab, sangat tidak layak pernyataan tersebut dikeluarkan seorang aparatur sipil negara (ASN). Apalagi mereka bekerja untuk pengembangan ilmu, dan malah mengeluarkan kata-kata yang bernada ancaman tersebut.

"Pernyataan oknum peneliti BRIN ini secara langsung atau tidak telah mengancam perbedaan sikap beragama di Indonesia," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Anggota Komisi VII DPR Mulyanto juga menanggapi oknum peneliti BRIN, AP Hasanuddin yang menuliskan status mengancam membunuh akan semua warga Muhammadiyah. Andi menyebut, sikap Muhammadiyah yang berbeda terkait pelaksanaan Idul Fitri 1444 H dan menuding organisasi keislaman itu disusupi Hizbut Tahrir.

"Pernyataan seperti itu keluar dari lembaga riset dan teknologi seperti BRIN, sangat luar biasa.  Ini mencerminkan sikap intoleran, radikal, dan penuh kebencian dan kekerasan," ujar Mulyanto.

"Berbeda dengan yang kita harapkan dari peneliti BRIN, yakni sikap yang toleran, rasional, objektif dan berbasis ilmiah. Di sana kan berhimpun para ilmuwan dan teknologi," sambungnya.

Ia mengaku telah berkomunikasi dengan Kepala BRIN Laksana Tri Handoko. Jelasnya, Tri menyebut akan segera memproses pernyataan Andi tersebut.

"Harus diperingatkan dan ditegur keras. Kepala BRIN harus segera bertindak tegas," ujar Mulyanto.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement