REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR Mulyanto melihat banyaknya kontroversi yang melibatkan pegawai hingga pimpinan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Hal itu seharusnya menjadi bahan pertimbangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengevaluasi lembaga tersebut.
Jokowi perlu melihat secara objektif efektivitas kinerja kelembagaan BRIN, terutama pascapeleburan seluruh lembaga riset kementerian dan nonkementerian dalam satu wadah. Bila penggabungan tersebut hanya melahirkan kontroversial di tengah masyarakat, sebaiknya Jokowi segera membubarkan lembaga tersebut.
"Bukan kali ini saja peneliti BRIN memunculkan kasus kontroversial yang menimbulkan geger di masyarakat, yakni ancaman pembunuhan kepada warga Muhammadiyah oleh APH," ujar Mulyanto saat dihubungi, Rabu (26/4/2023).
Sebelum adanya pernyataan mengancam warga Muhammadiyah dari oknum peneliti BRIN, lembaga tersebut sempat salah memprediksi ihwal badai dahsyat di wilayah Jabodetabek. Di mana prediksi tersebut langsung dibantah oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Ada pula persoalan privatisasi Kebun Raya Bogor, kasus penutupan Balai Riset Antariksa Watukosek, Pasuruan, yang sempat ditanyakan UNESCO, dan pembubaran LBM Eijkman. Hingga kasus pemecatan secara mendadak para tenaga honorer kapal riset Baruna Jaya.
"Sementara peneliti kekurangan ruang kerja, bahkan rebutan kursi, pimpinan BRIN justru malah berencana membangun ruang tidur untuk ketua dewan pengarahnya," ujar Mulyanto.
Ia meminta Jokowi mengevaluasi kinerja lembaga tersebut. Alih-alih prestasi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, berita yang muncul dari BRIN dan penelitinya lagi-lagi soal yang mencerminkan kemerosotan kinerja lembaga ini.
"Sehingga menjadi logis kalau akhirnya Komisi VII DPR RI atas masukan dari para begawan iptek dan masyarakat peneliti dalam Kesimpulan raker dengan kepala BRIN meminta BPK untuk memeriksa secara investigatif anggaran BRIN serta minta Presiden Jokowi mencopot kepala BRIN," ujar Mulyanto.