REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Dadang Kurnia, Ronggo Astungkoro
Nama Menko Polhukam Mahfud MD masuk radar bakal calon wakil presiden (cawapres) seusai Ganjar Pranowo resmi diumumkan oleh PDIP sebagai calon presiden (capres) untuk Pilpres 2024. Namun, kans Mahfud menjadi pendamping Ganjar dinilai kecil oleh sebagian pengamat politik.
Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS), Nyarwi Ahmad, menilai, ada dua alasan mengapa Mahfud berpeluang kecil dampingi Ganjar di Pilpres 2024.
"Dukungan dari elite-elite pimpinan parpol untuk menominasikan Mahfud sebagai sosok cawapres pendamping Ganjar belum muncul. Kedua, data-data survei dari lembaga-lembaga kredibel juga mengindikasikan dukungan pemilih ke Mahfud sebagai sosok cawapres juga masih sangat rendah," kata Nyarwi, Kamis (27/4/2023).
Namun, menurut Nyarwi dinamika elektoral masih terus berlangsung. Berbagai perubahan dukungan pemilih pada sosok capres maupun cawapres masih bisa naik turun.
"Saya kira ketum-ketum partai yang nantinya bergabung dengan PDIP untuk memasangkan kandidat cawapres yang mendampingi Ganjar akan mematok sejumlah kriteria yang harus dipenuhi oleh para kandidat cawapres yang dapat dipasangkan dengan Ganjar," ujarnya.
Pakar Komunikasi Politik Universitas Gadjah Mada tersebut mengatakan naik-turunnya peluang tokoh yang potensial mendampingi Ganjar ditentukan dua faktor utama. Pertama, tingkat dukungan dari para elite-elite ketua umum parpol yang nantinya berkoalisi PDIP pada tokoh tersebut. Kedua, dinamika tingkat dukungan pemilih pada tokoh tersebut
"Namun jika isu tersebut kurang dipandang penting oleh elite-elite parpol dan juga oleh para pemilih, maka peluang Mahfud untuk mendapatkan tiket Cawapers dan dinominasikan oleh partai-partai pendukung Presiden Jokowi, saya kira akan makin kecil," ungkapnya
Ia menjelaskan, kriteria tersebut bisa bersumber dari variabel/faktor elektoral, seberapa kuat didukung oleh pemilih. Jika isu penegakan hukum di masa depan dianggap isu yang paling krusial dan makin krusial di mata elite dan juga mayoritas pemilih Indonesia, maka peluang Mahfud makin besar.
"Ini masih tahap awal," tuturnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indo Barometer, M. Qodari menilai akan ada satu kesamaan dalam pencarian cawapres baik untuk bakal capres Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto. Satu kesamaan tersebut adalah sosok cawapres itu memiliki latar belakang dari Nahdlatul Ulama (NU).
"Saya punya kecenderungan untuk mengatakan bahwa baik Pak Prabowo, Pak Ganjar, maupun Mas Anies itu kecenderungannya akan mencari figur (calon) wakil presiden dengan latar belakang Nahdlatul Ulama," ujar Qodari lewat keterangan video, Ahad (23/4/2023).
Menurutnya, sosok dengan latar belakang NU bertujuan untuk mengeruk suara di Jawa Timur pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Untuk Ganjar, Jawa Timur adalah daerah potensial, mengingat Jawa Tengah sudah pasti menjadi basis PDIP.
"PDI Perjuangan hampir pasti mencari figur dengan latar belakang calon Nahdlatul Ulama. Karena apa? karena PDI Perjuangan ini partai nasionalis, secara ideologi dan secara elektoral mereka tertarik ingin bertemu Islam tradisional," ujar Qodari.
Anies dinilai telah memiliki basis suara yang besar di DKI Jakarta dan Banten, maka untuk meraup dukungan di Jawa Timur ia harus mencari sosok cawapres dengan latar belakang NU. Sedangkan Prabowo juga dinilainya akan melakukan hal serupa.
Saat ini, setidaknya ada lima tokoh dengan latar belakang NU yang berpotensi menjadi cawapres. Pertama adalah Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang pernah dikait-kaitkan dengan Anies dan Prabowo.
Kedua adalah Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang memiliki tingkat pengenalan yang sangat tinggi di masyarakat. Selanjutnya adalah Menteri BUMN Erick Thohir yang merupakan bagian dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Anggota Kehormatan Banser.
"Erick Thohir sekarang menjadi bagian keluarga besar Nahdlatul Ulama, Ansor Banser, Ketua Hari Ulang Tahun Nahdlatul Ulama," ujar Qodari.
Keempat adalah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD. Namanya sedang mengalami kenaikan setelah banyaknya dukungan dalam mengusut transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Kemudian Muhaimin Iskandar (Ketua Umum PKB), Nahdlatul Ulama juga. Jadi saya pikir ini sikok bagi limo, ketiga calon presiden ini, bukan mustahil menurut saya tidak jauh-jauh dari lima nama ini, memang calon wakil presiden itu ya dia ketika latar belakangnya sama yang akan menentukan adalah elektabilitas," ujar Qodari.