REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Meski masih ada segelintir orang yang beranggapan jika menikah di bulan Syawal memicu datangnya sial, hal demikian sudah seharusnya dihapus. Sebab menikah di bukan Syawal dalam tradisi Islam justru merupakan sunnah Nabi.
Guru Besar Sosiologi Universitas Ibrahimy, Jawa Timur HM Baharun mengatakan, larangan menikah di bulan Syawal itu adalah mitos belaka. Sehingga hal demikian bukanlah larangan yang berasal dari larangan agama, apalagi Islam.
"Justru bulan Syawal itu bulan berkah buat mereka yang menikah karena Nabi Muhammad SAW mencontohkan, perkawinannya di bulan-bulan Syawal," kata HM Baharun saat dihubungi Republika, Kamis (27/4/2023).
Kini umat Islam, kata dia, termasuk di Indonesia memilih momentum bulan baik seperti Syawal, Rabiul Awal dan Muharram menjadi bulan-bulan yang baik untuk melangsungkan pernikahan. Sehingga masih adanya larangan melangsungkan pernikahan di bulan Syawal karena takut kedatangan sial adalah mitos.
"Yang fakta adalah sunnah hukumnya menikah di bulan Syawal, yang mitos ya larangan itu," ujar dia.
Apalagi di bulan Syawal ini, dia menambahkan, orang Indonesia biasanya sedang liburan dan mengenakan baju baru yang cocok untuk menghadiri pesta pernikahan. Terlebih dalam Islam, terdapat sejumlah keutamaan menikah di bulan Syawal.
Syawal dianggap bulan sial untuk menikah bagi bangsa Arab Jahiliyah. Alasannya, mereka mengamati pada bulan ini unta betina "syalat bi dzanabiha" (menolak mengangkat ekornya) untuk unta jantan. Istilah 'Syalat' dianggap muasal nama 'Syawal.'
Kemudian Islam datang menampik takhayul. Dalam hadits, Sayyidah Aisyah berkata, "Rasulullah SAW menikahiku pada bulan Syawal dan membangun rumah tangga denganku pada bulan Syawal pula. Maka, istri-istri Rasulullah SAW yang manakah yang lebih beruntung di sisinya dariku?” (HR Muslim). Sayyidah Aisyah pun suka menikahkan para sahabat perempuan pada Syawal.
Imam Nawawi berkata, "Di dalam hadis ini terdapat anjuran untuk menikahkan, menikah, dan membangun rumah tangga pada bulan Syawal. Para ulama kami (syafi’iyyah) telah menegaskan anjuran tersebut dan berdalil dengan hadis ini. Aisyah ketika menceritakan ini bermaksud membantah masyarakat Jahiliyah,".