REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini, marak orang menyatakan pendapat di media sosial yang berujung saling menuding dan menjelekkan. Salah satu contoh adalah kasus peneliti BRIN yang mengancam warga Muhammadiyah dan seorang guru yang menyamakan ajaran Muhammadiyah dengan syiah.
Pimpinan dakwah kreatif iHAQi Ustaz Erick Yusuf mengatakan media sosial merupakan ruang publik. Sehingga ketika menggunakannya harus dengan adab.
"Kalau menyampaikan pendapat di ruang publik apa yang kita sampaikan harus lebih dahulu disaring sama seperti hendak presentasi, ada poin-poin yang dipilih untuk disampaikan, apalagi seorang akademisi," ujar dia, kepada Republika.co.id, Kamis (27/4/2023).
Seorang yang menyampaikan pendapat seharusnya dapat mengatur bahasa dengan baik dan bijak. Dalam fikih kontemporer juga dijelaskan mengenai adab berkomunikasi ketika bersosial media.
Terkait perbedaan pendapat pun sebenarnya sudah menjadi hal biasa. Apalagi terkait permasalahan perbedaan hari raya.
"Hendaknya perbedaan pendapat disampaikan dengan cara yang baik, namun oknum yang viral ini sangat tidak beradab dan sudah tidak bisa diterima akal sehat," ujar dia, Kamis (27/4/2023).
Apalagi perbedaan ini sudah puluhan tahun dihadapi. Dan seharusnya toleransi dikedepankan dibandingkan memunculkan konflik yang telah terkubur lama.
Sebagai akademisi penyampaian kritik tidak harus jurnal atau buku. Di media massa juga kritik dapat disampaikan tetapi dengan redaksi yang santun.
Di hari raya Idul Fitri ini, Kang Erick mengimbau untuk mengedepankan karakter marhamah. Sehingga ketika ada masalah hendaknya duduk bersama untuk mencari solusi bukan mengedepankan caci-maki.