REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Faisal bin Abdullah Al-Amudi menyampaikan evakuasi telah dilakukan terhadap warga negara asing (WNA) di Sudan, termasuk warga negara Indonesia (WNI). Ada sekitar 560 WNI yang dievakuasi dari Sudan dan kini sudah tiba di Jeddah, Arab Saudi.
Total ada 67 negara yang warganya dibantu keluar dari Sudan oleh angkatan laut Kerajaan Arab Saudi. Evakuasi ini merupakan amanat dari Kerajaan Arab Saudi dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman, sebagai respons atas permintaan dari beberapa negara sahabat termasuk Indonesia.
Al-Amudi mengatakan, evakuasi ini dilakukan oleh angkatan laut Kerajaan Saudi melalui jalur laut. Dia mengungkapkan, proses evakuasi melalui jalur laut ini merupakan yang terbesar dan yang pertama kalinya.
"Proses evakuasi ini dilakukan di jalur laut. Ini adalah proses evakuasi terbesar dari laut yang pernah kita lihat, dan ini yang pertama kali," kata dia dalam pernyataan pers di kantor Kedutaan Saudi di Jakarta, Kamis (27/4/2023).
Al-Amudi menekankan, Kerajaan Saudi berkomitmen membantu warga negara asing, termasuk WNI yang akan kembali ke Tanah Air mereka dari Sudan. Saudi juga terus melakukan komunikasi dengan berbagai pihak terkait di Sudan, dan organisasi-organisasi internasional yang berpengaruh. Dengan begitu, perang saudara di Sudan diharapkan dapat berhenti dan kembali damai.
Pemerintah Saudi menaruh perhatian yang besar terhadap ratusan WNI yang telah dievakuasi dari Sudan. Setibanya di Jeddah, mereka diberi kemudahan dan fasilitas. Di antaranya mendapatkan visa dan berbagai hal lain yang dibutuhkan sehingga bisa kembali ke Indonesia dengan selamat.
"Fasilitas diberikan kepada WNI yang sudah tiba di Jeddah, seperti visa, tempat tinggal sementara, dan kebutuhan pokok lainnya sehingga mereka bisa kembali ke Tanah Air," ujar Al-Amudi.
Dalam proses evakuasi, Saudi bekerja sama dengan otoritas di Khartoum, Sudan. Sehingga warga negara asing, termasuk WNI, dan warga Saudi, mendapat kelancaran dan fasilitas saat dievakuasi dari negara yang tengah bergolak itu.
"Dalam kaitan ini, kami memberikan apresiasi dan terima kasih kepada otoritas di Khartoum Sudan atas pemberian kemudahan dan fasilitas dalam proses evakuasi ini," ujar Al-Amudi.
Sudan tengah bergejolak akibat pertempuran antara pasukan junta militer. Pemimpin angkatan bersenjata Jenderal Abdel Fattah Burhan dan pemimpin kelompok paramiliter yang dikenal sebagai Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang tumbuh dari milisi Janjaweed yang terkenal kejam di Darfur, Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo, sama-sama berusaha merebut kendali Sudan.
Kedua pihak memiliki puluhan ribu pejuang, pendukung asing, kekayaan mineral, dan sumber daya lain yang dapat melindungi mereka dari sanksi.