Kamis 27 Apr 2023 22:12 WIB

Hindari Pertempuran di Sudan, 3.500 Orang Kabur ke Ethiopia

Pasokan kebutuhan pokok seperti makanan, gas, dan obat-obatan kian menipis.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ferry kisihandi
Warga Yordania, Palestina, Irak, Suriah, dan Jerman yang dievakuasi dari Sudan turun dari pesawat militer di Bandara Militer Marka, di Amman, Yordania, (24/4/2023).
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED ALI
Warga Yordania, Palestina, Irak, Suriah, dan Jerman yang dievakuasi dari Sudan turun dari pesawat militer di Bandara Militer Marka, di Amman, Yordania, (24/4/2023).

REPUBLIKA.CO.ID,KHARTOUM – Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mengungkapkan, lebih dari 3.500 orang yang melarikan diri dari pertempuran di Sudan telah masuk ke Ethiopia. Mereka berasal dari berbagai negara.

“Antara 21 April dan 25 April, tercatat lebih dari 3.500 kedatangan dari lebih dari 35 kebangsaan,” kata Eric Mazango, petugas komunikasi IOM di Ethiopia, Kamis (27/4/2023), dikutip laman Al Arabiya.

Dia mengungkapkan, dari total kedatangan yang tercatat, kelompok terbesar adalah warga negara Turki, yakni lebih dari 40 persen. Kelompok terbesar kedua warga Ethiopia, yakni 14 persen.

“IOM Ethiopia telah menerima beberapa permintaan dari kedutaan untuk penerimaan dan bantuan transportasi untuk sekitar 700 warga negara ketiga yang tiba di sisi Ethiopia perbatasan Sudan,” kata Mazango.

Dia menambahkan, pejabat IOM sedang mengatur transportasi dari kota perbatasan Metema ke Kota Gondar dan Addis Ababa untuk mengelola peningkatan kedatangan. Sementara itu di Sudan, pasokan kebutuhan pokok seperti makanan, gas, dan obat-obatan kian menipis.

Di sebuah pasar swalayan di ibu kota Khartoum, rak-rak dan barisan lemari es terpantau kosong pada Rabu (26/4/2023). Hanya terdapat beberapa kotak sayuran yang tersedia untuk dibeli.

“Tak lebih dari empat atau lima hari, lebih dari itu tidak akan ada lagi persediaan. Kami berusaha menyediakan sayur dan buah,tetapi kami kehabisan biji-bijian, makanan kaleng, tepung, dan gula,” kata pemilik supermarket Assem kepada Reuters.

Toko-toko roti dan apotek pun tutup. Sementara stasiun pengisian bahan bakar umum tak lagi melayani pembelian karena kehabisan stok bahan bakar. Saat ini negara-negara tengah berusaha mengevakuasi warganya dari Sudan. 

Negara tersebut diketahui tengah dibekap pertempuran yang melibatkan kubu militer dengan kelompok paramiliter bernama Rapid Support Forces (RSF). Konfrontasi antara mereka pecah pada 15 April lalu.

Militer Sudan dan RSF menyepakati gencatan senjata 72 jam yang mulai berlaku pada Selasa (25/4/2023) lalu. Kendati demikian, sejumlah warga Sudan melaporkan, serangan udara berat masih menghunjam wilayah timur ibu kota Khartoum pada Rabu lalu.

Menurut Kementerian Kesehatan Sudan, pertempuran antara militer Sudan dan kelompok RSF telah menewaskan sedikitnya 512 orang dan melukai lebih dari 4.000 lainnya. 

Pertempuran militer Sudan dengan RSF pecah ketika Sudan berusaha melakukan transisi politik menuju demokrasi sipil setelah ditumbangkannya rezim Presiden Omar al-Bashir oleh militer pada 2019. Al-Bashir memerintah Sudan selama 26 tahun. 

 

sumber : reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement