REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Al-Qur'an sesungguhnya telah mengantisipasi kemajuan perkembangan teknologi yang memberikan kemudahan dalam mengakses informasi dimanapun dan kapanpun dari berbagai penjuru.
Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI) dan Dosen Fakultas Dirasat Islamiyah, Ahmad Kusyairi Suhail menjelaskan keberadaan media sosial (medsos) telah menjadi tren kehidupan masa kini yang tidak bisa terhindarkan lagi.
Di antara Taujihat (arahan dan regulasi) Al-Qur'an tentang menerima dan menyebarkan suatu informasi adalah firman Allah,
يا أيها الذين آمنوا إن جاءكم فاسق بنبإ فتبينوا أن تصيبوا قوما بجهالة فتصبحوا على ما فعلتم نادمين
Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu seseorang yang fasik membawa suatu berita (tentang apa pun), maka telitilah kebenarannya agar kami tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya akan membuatmu atas perbuatanmu itu (merasa) mengesal" (Al Hujurat ayat 6).
Ayat di atas menegaskan, bahwa menyikapi dan mengakses suatu informasi, baik menerima maupun menyebarkannya, melalui berbagai macam media, termasuk media sosial adalah merupakan qadhiyyah imaniyyah (diskursus keimanan) yang berpengaruh pada kualitas keimanan seseorang.
"Untuk itulah, ayatnya diawali dengan Yaa Ayyuhalladziina Aamanuu (Wahai orang-orang yang beriman). Jadi, kualitas keimanan seseorang tidak hanya dilihat dari urusan dan ritual ibadah-ibadah mahdhah saja,"ujar dia kepada Republika.co.id, Jumat (28/4/2023).
Ketika seseorang terlalu percaya terhadap semua informasi yang tersebar di beragam media, baik di dunia nyata maupun dunia maya tanpa tabayyun dan kroscek validitasnya, maka itu jelas menunjukkan rendahnya kualitas imannya. Begitu pula, jika seseorang biasa memposting atau men-sharing suatu informasi atau komentar tanpa saring dan pikir panjang tentang resiko yang ditimbulkannya, maka itu menunjukkan lemahnya kualitas imannya. Karena itu, menggunakan media sosial dengan bijak adalah bagian iman.
Medsos adalah sarana untuk menyampaikan ide atau kritik yang baik dan menebar kebaikan dan perbaikan. Seorang mukmin yang sejati akan selalu memanfaatkan beragam nikmat dan beragam media, termasuk medsos untuk dijadikan sarana menyampaikan ide-ide cemerlangnya, gagasan-gagasan cerdasnya, juga nasehat atau kritik yang baik.
Dan di era kemajuan teknologi informasi yang pesat ini, media sosial menjadi sarana efektik dalam menebar kebaikan dan perbaikan. Al-Qur'an mengajarkan kepada kita, bahwa ada hisab atau perhitungan dan pertanggungjawaban atas setiap detail dari perbuatan dan ucapan atau komentar yang keluar dari lisan kita.
Ada hisab terhadap Lisan Manthuq (ucapan atau komentar yang terucap), ada juga hisab terhadap Lisan Maktub (ucapan atau komentar yang tertulis), di antaranya melalui medsos.
Allah SWT berfirman,
ما يلفظ من قول إلا لديه رقيب عتيد
"Tidak ada yang diucapkannya suatu kata pun melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)" ( Qaaf ayat 18).
Ayat ini menegaskan, bahwa setiap gerak gerik manusia, termasuk ucapan dan komentar dari lisannya, maupun postingannya di medsos, tidak luput dari pengawasan malaikat.
Mu\'adz bin Jabal RA, sempat mengkonfirmasi dan bertanya kepada Nabi SAW tentang azab atas ucapan manusia, dia bertanya, "Wahai Nabi Allah, apakah kita akan disiksa lantaran ucapan yang kita lontarkan?" Beliau SAW menjawab,
ثقلتك أمك يا معاذ! وهل يكب الناس في النار على وجوههم - أو قال: على مناخرهم - إلا حصائد ألسنتهم
"Bagaimana sih kamu ini Mu'adz! Tidaklah seseorang dijerumuskan wajahnya ke dalam neraka, melainkan karena hasil dari ucapan lisannya (yang tidak baik) ... (HR Tirmidzi, no. 2541 dan menurut beliau hadits ini hadits hasan shahih).
Untuk itu, harus selalu hati-hati dalam berucap dan berkomentar di medsos, karena semuanya ada hisab, perhitungan dan pertanggungjawabannya di akhirat, dan di dunia bisa diperkarakan.
Kritik dapat disampaikan melalui sarana apa pun termasuk medsos. An Naqd Al Banna' (kritik membangun) pada dasarnya dapat disampaikan melalui sarana apa pun, termasuk medsos. Karena nasehat dan kritik bagian penting dalam agama Islam. Nasehat adalah penopang utama agama, bahkan nasehat, termasuk di dalamnya kritik yang konstruktif adalah inti dari agama itu sendiri.
Rasulullah SAW bersabda,
\"الدين النصيحة\"، قلنا: لمن؟ قال: \"لله ولكتابه ولرسوله ولأئمة المسلمين وعامتهم\"
"Agama itu nasehat." Kami pun bertanya, "Untuk siapa (nasehat itu)?". Beliau menjawab, "Untuk Allah (dengan menunaikan hak-hak-Nya), kitab-Nya (dengan mengimaninya dan mengamalkan isinya), Rasul-Nya (dengan menaatinya), para pemimpin/pemerintah kaum muslimin (dengan mendukung kebijakan baiknya dan mengkritik dan meluruskannya jika ada yang tidak baik), dan rakyat (kaum muslimin) umumnya (dengan amar makruf nahi mungkar misalnya)" (HR Muslim, no. 55).
Tentu saja, kritikan melalui jurnal, buku atau forum-forum seminar dan diskusi yang dikemas lebih ilmiah, akan lebih baik, tapi semuanya kembali kepada kapasitas masalahnya.
"Yang pasti nasehat dan kritik yang baik harus disampaikan dengan cara yang hikmah, dan hanya mereka yang berjiwa besar dan imannya kuat, yang selalu senang dan lapang dada menerima saran, nasehat dan kritik. Karena memberi dan menerima nasehat dan kritik sangat menentukan kelas iman dan kualitas agama seseorang," ujar dia .