ANTARIKSA -- Inovasi di bidang luar angkasa terus berkembang. Ambisi manusia kini tidak hanya untuk hidup di bulan, tetapi jauh di planet Mars. Baru-baru ini, para ilmuwan planet dan botani di Universitas of Arkansas (U of A) menerbitkan hasil penelitian mereka terkait tanaman padi yang bisa tubuh kembang di planet Mars.
Menariknya, muncul nama peneliti dari Indonesia yang tergabung dalam tim U of A System Division of Agriculture yang melakukan penelitian padi tersebut. Ia adalah Yheni Dwiningsih, seorang ahli ilmu tanaman di Departemen Ilmu Tanaman, Tanah, dan Lingkungan U of A.
Penelusuran Antariksa, situs reasearchgate.net menjelaskan, Yheni berfokus pada analisis genetik molekuler jalur yang terlibat dalam sifat produktivitas padi, seperti efisiensi penggunaan air dan toleransi terhadap cekaman abiotik, yang dipelajari dalam pendekatan 'genetika sistem'. Yheni merupakan alumni dari Universitas Kristen Satya Wacana, Jawa Tengah.
Menurut Phys.org, dalam penelitian untuk rekayasa padi yang bisa hidup di tanah Mars, Yheni bertindak sebagai rekan penulis bersama Dominic Dharwadker, seorang mahasiswa prasarjana di Honors College dan Vibha Srivastava, seorang profesor di Departemen Ilmu Tanaman, Tanah dan Lingkungan. Sementara penulis utama adalah Peter James Gann, seorang mahasiswa doktoral di bidang biologi sel dan molekuler, dan penulis kedua adalah Abhilash Ramachandran yang merupakan ilmuwan planet.
Hasil Penelitian Padi untuk Tanah Mars
Para peneliti interdisipliner dari U of A itu telah mempresentasikan hasil mereka dalam Konferensi Ilmu Bulan dan Planet ke-54 baru-baru ini. Garis besar dalam abstrak penelitian tersebut tertulis: Padi Bisa Tumbuh dan Bertahan Hidup di Regolith Mars dengan Tantangan yang Dapat Diatasi Melalui Pengendalian Gen Stres." Salah satu tantangan terbesar menanam di Mars adalah adanya garam perklorat yang telah terdeteksi di tanah planet itu dan umumnya dianggap beracun bagi tanaman.
Tim tersebut mampu mensimulasikan regolith (tanah) Mars menggunakan tanah kaya basalt yang diambil dari Gurun Mojave, yang disebut Mojave Mars Simulant (MMS), yang dikembangkan oleh para ilmuwan dari NASA dan Jet Propulsion Laboratory. Tim kemudian menanam tiga varietas padi, termasuk satu tipe liar dan dua galur yang gennya direkayasa dengan mutasi genetik yang memungkinkan mereka merespons tekanan dengan lebih baik, seperti kekeringan, kekurangan gula, atau salinitas.
Varietas ini ditanam di MMS serta campuran pot biasa dan gabungan dari keduanya. Meskipun tanaman dapat tumbuh di simulasi Mars, mereka tidak berkembang seperti yang ditanam di tanah pot dan campuran keduanya. Selanjutnya, percobaan mengganti seperempat dari tanah simulasi Mars dengan tanah pot dan menghasilkan perkembangan yang lebih baik.
Tim juga bereksperimen dengan jumlah perklorat di dalam tanah, menemukan bahwa 3 gram perklorat per kilogram tahan adalah ambang batas yang tidak dapat tumbuh. Sementara, strain mutan masih dapat berakar pada 1 gram per kilogram.
Temuan mereka menunjukkan bahwa mungkin ada jalan ke depan agar padi yang dimodifikasi secara genetik bisa tumbuh di tanah Mars. Langkah selanjutnya akan mencakup percobaan dengan simulasi tanah Mars yang lebih baru yang disebut Mars Global Simulant, serta galur padi lain yang telah meningkatkan toleransi terhadap konsentrasi garam yang lebih tinggi.
Bagian penting dari penelitian ini akan menentukan sejauh mana perklorat bisa diresap tanaman dari tanah. Lebih jauh lagi, para peneliti ingin memasukkan beras ke dalam ruang habitat tertutup dan menempatkannya di ruang simulasi Mars yang mereplikasi suhu dan atmosfer planet merah.
Penulis kedua abstrak, Abhilash Ramachandran, seorang post-doctoral fellow di Arkansas Center for Space and Planetary Sciences, mencatat, dia pernah berbicara dengan seorang peneliti Australia dari daerah yang tanahnya memiliki salinitas tinggi, dan melihat pekerjaan mereka sebagai cara yang potensial. "Kita bisa menggunakan Bumi sebagai analog terestrial sebelum benih dikirim ke Mars," katanya.
Penulis pertama abstrak, Peter James Gann, seorang mahasiswa doktoral di bidang biologi sel dan molekuler, mengatakan, proyek tersebut dimulai ketika dia bertemu Ramachandran dalam acara minum kopi serikat mahasiswa. "Dia baru di sini di universitas, dan kami berbagi hal-hal yang kami lakukan di laboratorium masing-masing. Karena dia bekerja di ilmu planet, dan saya berspesialisasi dalam biologi sel dan molekuler, kami memutuskan untuk mencoba tumbuhan," kata dia.