Jumat 28 Apr 2023 12:04 WIB

Pupuk Organik Kembali Disubsidi, Pengamat: Salah Besar dan Pemborosan!

Pupuk organik tak menarik bagi para petani sebab kualitasnya buruk dan mahal.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Fuji Pratiwi
Petani menabur pupuk organik ke lahan pertaniannya di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Jumat (10/2/2023). Guru Besar Fakultas Pertanian, IPB University, Dwi Andreas Santosa mengatakan rencana pemerintah memasukkan pupuk organik ke dalam pupuk bersubsidi merupakan langkah yang tidak tepat.
Foto: ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah
Petani menabur pupuk organik ke lahan pertaniannya di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Jumat (10/2/2023). Guru Besar Fakultas Pertanian, IPB University, Dwi Andreas Santosa mengatakan rencana pemerintah memasukkan pupuk organik ke dalam pupuk bersubsidi merupakan langkah yang tidak tepat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Pertanian, IPB University, Dwi Andreas Santosa mengatakan rencana pemerintah memasukkan pupuk organik ke dalam pupuk bersubsidi merupakan langkah yang tidak tepat. Andreas menyebut pemerintah justru akan membuka pintu bagi oknum yang memanfaatkan celah dari kebijakan tersebut untuk kepentingan pribadi.

"Saya sangat tidak setuju kalau dikembalikan ke pola yang lama. Itu program yang salah besar. Kalau itu dikembalikan lagi, kita mengulang kesalahan yang sama," ujar Andreas saat dihubungi Republika di Jakarta, Jumat (28/4/2023).

Baca Juga

Andreas menyebut pupuk organik tidak menarik bagi para petani lantaran kualitas yang buruk dan biaya produksi yang tinggi. Andreas menyampaikan biaya produksi pupuk organik mencapai Rp 1.750 per kg.

"Dulu pernah dihitung biaya produksi Rp 1.750 per kg, disubsidi pemerintah Rp 1.000 per kg, lalu Rp 750 per kg dijual ke petani, itu tidak laku, lalu dijual Rp 500 per kg juga tidak laku, akhirnya dipaketkan dengan pupuk kimia. Kenyataannya, petani tidak mau menggunakannya," ucap Andreas.

Andreas menilai kebijakan baru justru kian membebani kas negara lantaran harus menggelontorkan subsidi dalam jumlah besar. Pun dengan rentannya "permainan" yang dimanfaatkan oknum terkait hal tersebut.

"Pupuk organik di tingkat usaha tani hanya Rp 365 per kg, bisa dibayangkan kalau Rp 365 per kg, HPP pupuk organik dari pemerintah itu Rp 1.750 per kg, tidak masuk akal sama sekali dan pemborosan anggaran luar biasa," lanjut Andreas.

Andreas menilai kebijakan pemerintah sebelumnya sebenarnya sudah benar dan berada di jalur yang tepat dengan transfer langsung ke petani. Dengan begitu, petani punya keleluasaan dalam mendapatkan pupuk sesuai harga pasar. 

"Sekarang lebih baik pemerintah melaksanakan apa yang sudah disepakati, mekanisme subsidi jadi subsidi langsung itu saja dijalankan, sehingga harapan kita tahun depan sudah tidak ada lagi pupuk subsidi karena uangnya sudah langsung diserahkan petani," kata dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo untuk kembali memasukkan kembali pupuk organik dalam jenis pupuk yang disubsidi pemerintah. Syahrul mengatakan, Presiden memerintahkan hal tersebut dalam Rapat Terbatas di Istana Merdeka pada Kamis (27/4/2023) yang dihadiri oleh Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Pupuk Indonesia, serta asosiasi pertanian dan pupuk.

Dengan terbatasnya bahan baku pupuk akibat perang Rusia-Ukraina sebagai pemasok produksi pupuk, Presiden memutuskan keberpihakan terhadap produksi pupuk organik. Jokowi memerintahkan untuk melakukan sentralisasi terhadap pupuk organik dengan menghidupkan kembali seluruh produsen pupuk organik, baik di tingkat masyarakat maupun UMKM.

Presiden memerintahkan untuk segera merevisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement