REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Sekutu NATO dan negara mitra telah memberikan 1.550 kendaraan lapis baja dan 230 tank kepada Ukraina. Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, pada Kamis (27/4/2023) mengatakan, pengiriman persenjataan ke Ukraina telah mencapai 98 persen.
“Secara total, kami telah melatih dan memperlengkapi lebih dari sembilan brigade lapis baja baru Ukraina. Ini akan menempatkan Ukraina pada posisi yang kuat untuk terus merebut kembali wilayah yang diduduki,” kata Stoltenberg dalam konferensi pers, dilaporkan Aljazirah, Kamis (27/4/2023).
Lebih dari 30.000 tentara diperkirakan membentuk brigade baru. Sekutu Ukraina juga telah mengirimkan amunisi dalam jumlah besar dan beberapa negara mitra NATO, seperti Swedia dan Australia, juga telah menyediakan kendaraan lapis baja. Negara-negara anggota NATO juga telah memberikan sistem anti-pesawat dan artileri. Sementara Polandia dan Republik Ceko telah memberikan pesawat MiG-29 buatan Soviet.
"Ini adalah dukungan militer yang belum pernah terjadi sebelumnya ke Ukraina, tetapi kita juga tidak boleh meremehkan Rusia," ujar Stoltenberg.
Stoltenberg mengatakan, Moskow memobilisasi lebih banyak pasukan darat dan bersedia mengirim ribuan pasukan dengan tingkat korban yang sangat tinggi. Menurutnya, negara-negara NATO harus terus memberikan bantuan yang dibutuhkan Ukraina untuk mencapai kemenangan.
Stoltenberg mengatakan, KTT NATO pada Juli mendatang di Lituania akan menetapkan rencana untuk program dukungan multi-tahunan bagi Ukraina. “Ini akan menempatkan Ukraina pada posisi yang kuat untuk terus merebut kembali wilayah yang diduduki,” kata Stoltenberg kepada wartawan di Brussel.
Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy melakukan panggilan telepon dengan Presiden Cina Xi Jinping. Ini adalah kontak pertama mereka sejak invasi skala penuh Rusia ke Ukraina lebih dari setahun yang lalu. Beijing ingin memposisikan dirinya sebagai kekuatan diplomatik global.
Pemerintah Cina memandang Rusia sebagai sekutu diplomatik yang menentang pengaruh AS dalam urusan global. Sejak perang di Ukraina meletus, Cina tidak mengkritisi Rusia.
“Mungkin perang ini akan berakhir di meja perundingan. Tetapi Ukraina yang memutuskan apa syarat untuk pembicaraan dan format apa yang harus dimiliki setiap pembicaraan," kata Stoltenberg.