REPUBLIKA.CO.ID, BUENOS AIRES -- Tim nasional (timnas) Argentina era Lionel Messi mengalami semacam rollercoaster. Ada kesuksesan di level tertinggi dan kesedihan mendalam.
Pada Desember tahun lalu, Messi dan rekan-rekan akhirnya meraih trofi Piala Dunia 2022. Penantian 36 tahun terbayar lunas. Skuad polesan Lionel Scaloni berjaya di Qatar.
Siapa sangka, sebelum tertawa bahagia di Lusail Stadium, La Pulga, julukan Messi, dan kawan-kawannya banyak mengalami kekecewaan. Dimulai dari 2014 lalu. Saat itu wakil Amerika Selatan ini melaju ke final Piala Dunia di Brasil.
Argentina yang ketika itu dilatih Alejandro Sabella takluk 0-1 dari Jerman di final. Setahun kemudian, La Albiceleste merasakan final. Kali ini di Copa America 2015 di Cile. Duel di Estadio Nacional, Santiago, berkesudahan imbang 0-0. Otomatis pemenang ditentukan lewat adu penalti. Pada tahapan itu, tim Tango harus mengakui keunggulan tuan rumah.
Lalu pada 2016, ada Copa America Centenario. Edisi khusus. Ini menjadi perayaan seratus tahun berdirinya CONMEBOL dan juga kompetisi Copa America. Amerika Serikat (AS) menjadi tuan rumah.
Lagi-lagi Argentina kalah dari Cile di final. Mantan bek La Albiceleste, Marcos Rojo menilai, itu menjadi titik terendah generasi mereka. Ia merupakan rekan setim Messi di beberapa kompetisi tersebut, termasuk di AS.
"Saya tidak pernah melihat begitu banyak kesedihan bersama seperti hari itu. Ketiga kalinya kami kalah di final," kata Rojo, dikutip dari PSGtalk.com, Jumat (28/4/2023).
Argentina terus mencoba di event-event selanjutnya. Berjalannya waktu, tim Tango menikmati buah dari kesabaran. Pada 2021, anak asuh Scaloni meraih gelar Coppa America.
Setahun berselang, Messi dkk mendapatkan trofi Finalissima. Jawara Amerika Selatan itu menaklukkan kampiun Eropa, Italia, tiga gol tanpa balas di Stadion Wembley, London, Inggris. Lalu pada Desember 2022, tim Tango berpesta di Qatar. Itu merupakan mahkota Piala Dunia ketiga dalam sejarah timnas tersebut.