REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Ditjen Imigrasi Kemenkumham mencegah empat orang bepergian keluar negeri. Pencegahan ini dilakukan terkait penyidikan kasus dugaan suap, fee jasa travel umrah, dan pengondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 yang menjerat Bupati nonaktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil.
"KPK mencegah empat orang agar tidak bepergian keluar negeri," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (28/4/2023).
Ali mengatakan, keempat orang itu terdiri dari tiga pihak swasta dan satu orang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Mereka adalah Muhammad Reza Fahlevi, Maria Giptia, dan Deny Surya A R dari PT Hamsa Mandiri International Tours. Kemudian, Heny Fitriani selaku PNS.
Pencegahan terhadap keempat orang itu sejak 27 April 2023 untuk waktu enam bulan ke depan. Status cegah tersebut dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidik. "Kami berharap agar pihak dimaksud nantinya kooperatif hadir dalam setiap agenda pemanggilan tim penyidik KPK," ujar Ali.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, yakni Bupati nonaktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil (MA), M Fahmi Aressa (MFA) selaku Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau dan Fitria Nengsih (FN) selaku Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti.
Penetapan status tersangka ini dilakukan setelah mereka terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Kamis (6/4/2023). Penyidik KPK menemukan bukti bahwa Muhammad Adil menerima uang sekitar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak. Dia juga diduga memerintahkan para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk memotong anggaran sebesar 5 hingga 10 persen untuk kemudian disetorkan kepada FN selaku orang kepercayaan MA.
Selain menjabat sebagai Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti, FN juga diketahui menjabat sebagai Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah (TM) yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umroh.
PT TM terlibat dalam proyek pemberangkatan umroh bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti. Perusahaan travel tersebut mempunyai program setiap memberangkatkan lima jemaah umroh maka akan mendapatkan jatah gratis umroh untuk satu orang, namun pada kenyataannya tetap ditagihkan enam orang kepada Pemkab Kepulauan Meranti.
Uang hasil korupsi tersebut selain digunakan untuk keperluan operasional MA juga digunakan untuk menyuap MFA demi memberikan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.