Sabtu 29 Apr 2023 23:12 WIB

AICIS 2023: Ulama Pesantren dan Akademisi Asing Kaji Kontribusi Fikih di Era Digital

Fikih harus berperan menyelesaikan masalah kontemporer di era digital.

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Partner
.
.

AICIS 2023: Ulama Pesantren dan Akademisi Asing Kaji Kontribusi<a href= Fikih di Era Digital. Sumber: Kemenag" />
AICIS 2023: Ulama Pesantren dan Akademisi Asing Kaji Kontribusi Fikih di Era Digital. Sumber: Kemenag

MAGENTA -- Dunia terus berubah. Perkembangan teknologi informasi dan transformasi digital menghadirkan tantangan bagi relevansi produk yurisprudensi Islam atau yang dikenal dengan fikih. Banyak persoalan baru yang harus direspons, antara lain terkait “Digital Humanity and Islamic Law”.

Beragam persoalan ini akan dibahas bersama oleh para ulama jebolan pondok pesantren, akademisi perguruan tinggi Indonesia, dan sejumlah intelektual asing dalam forum Annual Conference on Islamic Studies (AICIS) 2023.

“AICIS 2023 mengangkat tema besar Recontextualizing Fiqh for Equal Humanity and Sustainable Peace. Ini sebagai upaya menghasilkan rumusan agar praktik keberislaman terus relevan dengan kebutuhan global, khususnya dalam konteks kedamaian, keharmonisan, kesejahteraan kehidupan manusia, termasuk transformasi digital,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Ali Ramdhani dalam siaran pers Kemenag di Jakarta, Sabtu (29/4/2023).

.

.

Dia menambahkan AICIS 2023 bertujuan mengembangkan perspektif dan merumuskan konsep baru fikih terkait kemanusiaan universal, kemanusiaan digital, dan perdamaian global. Selain itu, mempromosikan best practices keberagamaan di Indonesia pada kemanusiaan universal dan perdamaian global.

Dari kalangan pesantren, hadir antara lain Ketua Umum PBNU/Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang K.H. Yahya Cholil Tsaquf, Pengasuh Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Situbondo K.H. Afifuddin Muhajir , dan alumnus Ma'had Aly dan Institut Agama Islam Ibrahimy Situbondo K.H. Muhammad Nahe’I.

BACA JUGA: Doa Sebelum dan Sesudah Makan, Lengkap dengan Artinya

“Pendidikan fikih strategis dalam rangka menanamkan fikih ke dalam masyarakat muslim. Kehadiran ulama pesantren sangat penting karena pesantren terbukti menjadi lembaga pendidikan yang mampu menyiapkan ahli-ahli fikih yang mumpuni. Pendidikan fikih di pesantren layak dijadikan model dalam pendidikan fikih di Nusantara bahkan dunia,” kata Ali.

Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Ahmad Zainul Hamdi menambahkan, kemanusiaan digital menjadi salah satu tema penting yang relevan dikaji. "Dunia saat ini dihadapkan pada anomali seiring kemajuan informasi dan teknologi. Selain kemudahan, era digital juga membawa banyak masalah, mulai dari perlindungan privasi, pencemaran nama baik, kebebasan berpendapat dan berekspresi di media sosial," ujar Ahmad.

Topik relevan lainnya berkenaan dengan pemasaran digital (bisnis online), anti-plagiarisme, penggunaan teknologi kecerdasan buatan dalam penyelesaian sengketa hukum Islam di pengadilan agama. Selain itu, dibahas juga peran lembaga keagamaan dalam melawan kekerasan dalam rumah tangga di era digital, memberdayakan kepala rumah tangga perempuan melalui konsep mubadalah dalam pemberdayaan ekonomi, dan menganalisis perspektif hukum Islam tentang kejahatan siber.

“Fikih harus berkontribusi dalam menyelesaikan masalah-masalah kontemporer di era digital ini. Konsep keseimbangan antara hak dan kewajiban, menjaga kehormatan dan melindungi privasi di domain publik dalam wacana fikih perlu dikembangkan menjadi paradigma baru dari kemanusiaan digital,” ujarnya.

BACA JUGA: Bolehkah Adzan dan Iqamat Dikumandangkan Orang Berbeda?

Relevansi Fikih

Ajang kali ke-22 ini akan berlangsung di Surabaya, 2-5 Mei 2023. Acara ini juga akan membahas empat sesi pleno.

Pertama, "Rethinking Fiqh for Non-violent Religious Practices”. Sesi tersebut akan dipimpin Prof. Akh. Muzakki dan akan melibatkan tiga pembicara: K.H. Yahya Cholil Staquf dari Indonesia, Prof. Siti Ruhaini Dzuhayatin dari Indonesia, dan Prof. Abdullahi Ahmed An Na'im dari Amerika Serikat.

“Sessi ini akan mengkaji ulang sejumlah konsep fikih klasik yang berkenaan dengan perang, hubungan antaragama, dan status minoritas. Hal itu perlu dilakukan reinterpretasi dan rekontekstualisasi agar fFikih selaras dengan perubahan yang mendukung masyarakat yang damai dan toleran,” tuturnya.

Kedua, "Recounting Fiqh for Religious Harmony." Sesi tersebut akan dipimpin oleh Muhammad Syairozi Dimyati Ilyas. Ada empat pembicara, yaitu Prof. Usamah Al-Sayyid Al Azhary dari Universitas Al Azhar di Mesir, Muhammad Al Marakiby dari Mesir, Muhammad Nahe'i dari Indonesia, dan Prof. Rahimin Affandi Bin Abdul Rahim dari Malaysia.

“Sesi ini membahas sejumlah doktrin, fatwa, dan rumusan fikih yang dinilai berdampak pada hubungan antaragama. Misalnya, pembangunan rumah ibadah, ucapan hari raya keagamaan, perkawinan beda agama, dan pemurtadan. Ini penting dilakukan agar fikih tidak menjadi pembenaran bagi intoleransi beragama,” katanya.

BACA JUGA: Bacaan Doa Setelah Sholat Fardhu Lengkap dan Artinya

Ketiga, "Maqashid al-Syariah as a Reference and Framework of Fiqh for Humanity." Sesi tersebut akan dipimpin oleh Prof. Siti Aisyah dan akan melibatkan tiga pembicara: Prof. Mashood A. Baderin dari Inggris, K.H. Afifuddin Muhajir dari Indonesia, dan Prof. Şadi Eren dari Turki.

“Bagaimana maqashid al-syariah menjadi acuan dalam memecahkan persoalan manusia belum dirumuskan secara jelas dan komprehensif. Padahal, fikih harus memberikan solusi yang didasarkan pada kemaslahatan umat dan kemanusiaan. Sesi ini akan membahas bagaimana kontribusi fikih dalam mengatasi persoalan manusia dapat dirumuskan dengan lebih baik,” kata Ahmad.

Keempat, "The Negotiated Shari'ah: Between Religiosity and Humanity in Current Development of Indonesia." Sesi tersebut akan dipimpin oleh Prof. Eka Srimulyani dan akan melibatkan tiga pembicara: Prof. Tim Lindsey dari Australia, Prof. Mohd. Roslan Bin Mohd Nor dari Malaysia, dan Allisa Qotrunnada Wahid dari Indonesia.

BACA JUGA: Ayo Daftar! Kemenag Buka Seleksi Calon Imam Masjid Uni Emirat Arab, Ini Syaratnya

Konferensi Digital

Kasubdit Akademik Diktis Abdullah Faqih mengatakan, penyelenggaraan AICIS 2023 di Surabaya akan memanfaatkan teknologi digital yang tersedia. Beberapa teknologi digital yang akan digunakan di antaranya electronic attendance. Para peserta AICIS cukup menunjukkan barcode dari kartu kepesertaannya untuk menunjukkan kehadirannya di masing-masing sesi.

Selain itu, AICIS juga menyediakan layanan aplikasi Onetouch, yaitu layanan sentuhan digital untuk mendapatkan segala informasi di setiap sesi pararel, materi, serta pembicara di konferensi ini. Dukungan teknologi lainnya yang disiapkan oleh AICIS Reform ini adalah siaran live streaming di platform YouTube dan Zoom.

AICIS ke-22 ini juga akan menampilkan 180 paper pilihan yang terbagi menjadi 48 kelas paralel. Ajang ini juga digelar berkolaborasi dengan 10 pengelola jurnal Scopus untuk mempresentasikan makalah yang telah dikirim ke jurnal Scopus.

Paper tersebut akan dipublikasikan di Scopus atau jurnal bereputasi internasional,” kata Faqih.

“Seluruh materi, termasuk manual book AICIS tersaji dan dapat diunduh melalui Pusaka Superapps Kementerian Agama dan AICIS One Touch yang bisa diunduh di Play Store,” katanya.

BACA JUGA:

Bacaan Wirid Sesudah Sholat Fardhu Lengkap

Doa Sayyidul Istighfar Bahasa Arab, Latin, Arti, dan Keutamaannya

Niat Puasa Syawal 6 Hari, Hukum, dan Waktu Pelaksanaannya

Doa Sholat Tahajud Beserta Niat, Keistimewaan, dan Bacaan Istighfar

Bacaan Doa Qunut Arab, Latin, dan Terjemahan

sumber : https://magenta.republika.co.id/posts/212993/aicis-2023-ulama-pesantren-dan-akademisi-asing-kaji-kontribusi-fikih-di-era-digital
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement