REPUBLIKA.CO.ID, MANILA – Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. menantikan pertemuannya dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden di Washington pada Senin (1/5/2023). Dia menyebut, pertemuan itu penting dalam memajukan kepentingan nasional negaranya dan memperkuat aliansi Filipina-AS.
“Selama kunjungan (ke AS) ini, kami akan menegaskan kembali komitmen kami untuk membina aliansi lama kami sebagai instrumen perdamaian dan sebagai katalisator pembangunan di kawasan Asia Pasifik, dan dalam hal ini untuk seluruh dunia,” kata Marcos Jr., Ahad (30/4/2023).
Kunjungan Marcos ke Washington bakal menandai kunjungan pertama presiden Filipina ke AS dalam kurun lebih dari 10 tahun. Seorang pejabat di pemerintahan AS mengungkapkan, dalam kunjungannya nanti, Marcos dan Biden diharapkan menjalin kesepakatan tentang keterlibatan bisnis yang lebih besar. Kedua pemimpin pun akan membahas tentang kerja sama militer di tengah kekhawatiran bersama terhadap Cina.
Pejabat AS itu menambahkan, sebagai bagian dari upaya meningkatkan hubungan komersial, Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo akan memimpin delegasi bisnis kepresidenan ke Filipina. Dia mengatakan, dalam kunjungannya ke Washington, Marcos diperkirakan bakal turut membahas isu Laut Cina Selatan. “Kami akan dan telah meningkatkan diskusi keamanan regional kami yang lebih luas dengan Filipina mengenai semua masalah di Laut Cina Selatan dan di tempat lain,” kata pejabat AS tersebut.
Menurut pejabat AS itu, Marcos akan diagendakan berkunjung ke Pentagon untuk membahas tentang patroli maritim bersama. Menjelang kunjungan Marcos ke Washington, AS menyerukan Cina menghentikan perilaku tidak aman dan provokatifnya di Laut Cina Selatan. Seruan itu disampaikan setelah kapal penjaga pantai Cina mencegat kapal patroli Filipina dan hampir memicu tabrakan di wilayah perairan yang dipersengketakan tersebut.
“Kami menyerukan kepada Beijing untuk menghentikan perilaku provokatif dan tidak amannya,” ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller dalam sebuah pernyataan, Sabtu (29/4/2023).
Menurut Miller, apa yang dilakukan kapal penjaga pantai Cina terhadap kapal patroli Filipina di Laut Cina Selatan baru-baru ini merupakan bentuk pelecehan dan intimidasi. Dia menekankan, setiap serangan terhadap angkatan bersenjata Filipina oleh Cina akan memicu tanggapan AS.
Insiden tubrukan yang nyaris terjadi antara kapal penjaga pantai Cina dan kapal patroli Filipina berlangsung di lepas pantai Kepulauan Spartly pada Ahad (23/4/2023) lalu. Sejumlah awak media menyaksikan langsung kejadian tersebut karena mereka tengah diundang untuk mengikuti kegiatan patroli perairan menggunakan dua kapal penjaga pantai Filipina.
Kapal Filipina mendekati Second Thomas Shoal, yang oleh Cina disebut sebagai Ren'ai Jiao, di Kepulauan Spratly. Saat satu perahu yang membawa wartawan Filipina, BRP Malapascua, mendekati dangkalan, sebuah kapal penjaga pantai Cina dengan ukuran lebih dari dua kali lipat berlayar ke jalurnya.
Perwira komandan Malapascua mengatakan kapal Cina itu datang dalam jarak 45 meter dari kapalnya. Dia menyebut hanya tindakan cepatnya yang menghindarkan dua kapal berlambung baja itu saling bertabrakan.
Pada Jumat (28/4/2023) lalu, Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan, kapal-kapal Filipina telah “menyusup” tanpa izin ke wilayah perairannya. Beijing menyebut, tindakan kapal Filipina provokatif. Sementara Filipina mengklaim bahwa kapalnya melakukan patroli rutin di wilayah perairannya sendiri. Manila menegaskan akan terus melaksanakan patroli rutin perairan.
Insiden nyaris bertubrukannya kapal penjaga pantai Cina dan kapal patroli Cina terjadi hanya sehari setelah Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. menjamu Menteri Luar Negeri Cina Qin Gang. Keduanya bertemu untuk meredakan ketegangan di Laut Cina Selatan. Marcos Jr. telah menegaskan, dia tidak akan membiarkan Cina menginjak-injak hak negaranya di laut. Itu menjadi sebuah sinyal bahwa Marcos Jr. menolak menerima klaim kedaulatan Beijing atas Laut Cina Selatan.