Senin 01 May 2023 15:32 WIB

Enam Tuntutan Buruh di May Day 2023, Salah Satunya Pilih Presiden yang Pro Pekerja

Buruh mengancam mogok nasional jika pemerintah dan DPR tak cabut UU Cipta Kerja.

Rep: Eva Rianti/ Red: Agus raharjo
 Buruh berbaris saat demonstrasi May Day di Jakarta, Senin (1/5/2023). Buruh dan aktivis di seluruh Asia memperingati May Day dengan protes menyerukan gaji yang lebih tinggi dan kondisi kerja yang lebih baik, di antara tuntutan lainnya.
Foto: AP Photo/Dita Alangkara
Buruh berbaris saat demonstrasi May Day di Jakarta, Senin (1/5/2023). Buruh dan aktivis di seluruh Asia memperingati May Day dengan protes menyerukan gaji yang lebih tinggi dan kondisi kerja yang lebih baik, di antara tuntutan lainnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengutarakan enam tuntutan buruh pada momen Hari Buruh atau May Day 2023. Hal itu disampaikan dalam momen demonstrasi buruh yang berpusat di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, Senin (1/5/2023).

"Isu yang diangkat pada perayaan May Day ada enam sesuai nomor 6 Partai Buruh. Pertama, cabut Omnibus Law Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja," kata Said dalam konferensi pers di lokasi demonstrasi, Senin (1/5/2023).

Baca Juga

Tuntutan kedua yakni cabut parliamentary thershold 4 persen dan presidential thershold 20 persen dari suara sah nasional. Tuntutan ketiga, sahkan rancangan undang-undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) dan tolak 'hostum' (hapus outsourcing tolak upah murah).

Lalu, tuntutan keempat, reforma agraria dan kedaulatan pangan anti impor. Tuntutan kelima yakni tolak RUU Kesehatan. "Dan yang keenam, pilih calon Presiden 2024 yang pro kepada buruh, yang menolak omnibus law, UU Cipta Kerja, dan yang peduli pada persoalan kelas pekerja," tegasnya.