REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun yang berada di Indramayu, Jawa Barat, viral dalam beberapa hari terakhir. Menurut Direktur PD Pontren Kementerian Agama (Kemenag) Waryono Abdul Ghafur, satuan pendidikan ini telah terdaftar sejak 2015, tetapi belum memperbarui Nomor Statistik Pesantrennya (NSP).
"Al Zaytun termasuk pesantren yang terdaftar atau memiliki izin penyelenggaraan. Namun mereka belum memperbarui nomor statistik pesantrennya (NSP)," ujar dia saat dihubungi Republika.co.id, Senin (1/5/2023).
Waryono menyebut izin operasional pesantren itu diberikan oleh Kemenag Kabupaten Indramayu pada 2015. Ketika itu, belum ada regulasi yang mengatur bahwa pemberian izin operasional pesantren diterbitkan oleh Kemenag Pusat.
Terbaru, berdasarkan regulasi baru UU No 18 tahun 2019 tentang pesantren dan turunannya, izin penyelenggaraan pesantren sekarang diterbitkan oleh Kemenag pusat. Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Agama No. 30 tahun 2020 dan Keputusan Dirjen Pendidikan Islam No. 1626/2023 tentang Juknis Pendaftaraan Keberadaan pesantren, diatur pesantren yang belum memperbarui izin pesantrennya pasca UU Pesantren No 18 tahun 2019, agar memperbarui nomor statistik pesantrennya (NSP).
"Ini yang belum dilakukan Al Zaytun. Jadi, izin operasional pesantren memang berlaku seumur hidup selama pesantren memenuhi ketentuan pendirian dan penyelenggaraan pesantren. Namun, pesantren harus memperbarui NSPnya," lanjut dia.
Pesantren Al Zaytun ramai diperbincangkan setelah video dan foto pelaksanaan Idul Fitrinya beredar di media sosial. Dalam tangkapan gambar itu, seorang jamaah perempuan bercampur barisan dengan jamaah laki-laki, bahkan disebutkan ada satu orang non-Muslim.
Kantor Kemenag Kabupaten Indramayu sebelumnya dilaporkan telah menerima penjelasan dari pimpinan Mahad Al-Zaytun Indramayu, terkait pelaksanaan sholat Idul Fitri 1444 H yang viral itu. Penjelasan itu disampaikan saat sejumlah pejabat Kemenag Indramayu bersilaturahim dengan Pimpinan Mahad Al-Zaytun Indramayu, Syekh Panji Gumilang, di Mahad Al-Zaytun, Rabu (26/4/2023).
Kepala Subbagian Tata Usaha Kantor Kemenag Kabupaten Indramayu Aan Fathul Anwar menyebut, ada sejumlah poin yang ditanyakan kepada pimpinan Al-Zaytun ini. Salah satunya mengenai shaf jamaah yang dibuat berjarak.
Dari penjelasan yang diterima, disampaikan pihak Mahad Al-Zaytun mengambil dasar hukumnya dari Alquran Surat Al Mujadalah ayat 11. Yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.....’’.
Selain itu, disampaikan pula Islam tidak melarang pelaksanaan sholat berjarak. Malah dianjurkan memberikan ruang kepada orang agar jangan terlalu berdesak-desakan.
‘’Saya juga kaget mereka menggunakan (dasar hukum) Surat Al Mujadalah ayat 11. Tapi mungkin tafsiran beliau seperti itu. Kita menghargai tafsiran beliau seperti itu terkait dengan jarak yang digunakan,'’ ujar Aan.
Terkait keberadaan seorang jamaah perempuan di barisan depan jamaah laki-laki, pihak Kemenag Indramayu mendapat penjelasan bahwa hal itu sebagai bentuk pemuliaan terhadap perempuan. Menurut pemahaman mereka, perempuan tidak mesti berada di sudut ujung atau belakang. Aan pun menyebut pihaknya menghargai pemahaman dan pola pikir mereka terkait memuliakan perempuan.
Bahkan, lanjut Aan, pimpinan Mahad Al-Zaytun malah bertanya balik tentang kesalahan dalam memuliakan perempuan. "Dan perempuan yang ada di samping saya itu perempuan yang sangat saya muliakan sekali. Apakah salah ketika saya memuliakan seorang perempuan?’’ kata Aan menirukan ucapan pimpinan Mahad Al-Zaytun.
Ia mengaku tidak menanyakan secara langsung kepada pimpinan Mahad Al-Zaytun mengenai identitas jamaah perempuan tersebut. Namun dari informasi yang diperolehnya dari sumber lain, jamaah perempuan tersebut merupakan istri dari Syekh Panji Gumilang, Pemimpin Pondok Pesantren Al-Zaytun Indramayu.
Baca juga : Kemenag Jelaskan soal Izin Pesantren Al Zaytun