Selasa 02 May 2023 02:15 WIB

PBB Kirim Kepala Urusan Kemanusiaan Tangani Konflik di Sudan

PBB mengirim Kepala Urusan Kemanusiaan di tengah krisis yang memburuk di Sudan.

Dalam foto yang disediakan oleh UNICEF ini, sekelompok pengungsi beristirahat di bawah naungan pohon untuk melindungi diri dari matahari dan panas setelah menyeberang ke desa Koufroun, dekat perbatasan Chad-Sudan, di Chad.
Foto: Donaig Le Du/UNICEF via AP
Dalam foto yang disediakan oleh UNICEF ini, sekelompok pengungsi beristirahat di bawah naungan pohon untuk melindungi diri dari matahari dan panas setelah menyeberang ke desa Koufroun, dekat perbatasan Chad-Sudan, di Chad.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengirimkan kepala urusan kemanusiaan Martin Griffiths ke Sudan secepatnya di tengah krisis kemanusiaan yang memburuk dengan cepat di negara itu. "Skala dan kecepatan dari apa yang sedang terjadi belum pernah terjadi sebelumnya di Sudan. Kami sangat prihatin dengan dampak langsung maupun jangka panjang pada semua orang di Sudan dan wilayah yang lebih luas," kata Stephanie Dujarric, juru bicara Guterres, dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Anadolu, Senin (1/5/2023).

"Kami sekali lagi mendesak semua pihak yang bertikai untuk melindungi warga dan infrastruktur sipil, menyediakan jalur yang aman bagi warga sipil untuk meninggalkan wilayah konflik itu, menghormati pekerja dan aset kemanusiaan, fasilitas operasi bantuan, dan menghormati petugas, transportasi dan fasilitas media," kata Dujarric.

Baca Juga

Sedikitnya 528 orang tewas dan lebih dari 4.500 terluka akibat pertempuran sejak 15 April, menurut Kementerian Kesehatan Sudan. Konflik bersenjata itu melibatkan dua jenderal yang bermusuhan: panglima militerAbdel Fattah al-Burhan dan komandan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) Mohammed Hamdan "Hemedti" Dagalo.

Perselisihan kedua pihak terjadi dalam beberapa bulan terakhir mengenai penyatuan RSF ke dalam militer, syarat utama tercapainya perjanjian dengan kelompok-kelompok politik tentang transisi di Sudan. Negara itu tidak memiliki pemerintahan sejak Oktober 2021 ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menyatakan keadaan darurat.

Tindakan pihak militer itu dianggap kudeta oleh kekuatan-kekuatan politik di Sudan. Masa transisi Sudan, yang dimulai pada Agustus 2019 setelah Presiden Omar al-Bashirdigulingkan, dijadwalkan akan berakhir dengan pemilu pada awal 2024.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement