Senin 01 May 2023 23:14 WIB

Komnas Perempuan: Pastikan Pelindungan Pekerja Perempuan

Sepanjang 2022 tercatat 112 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani (tengah).
Foto: Tangkapan Layar
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan memandang penciptaan lapangan kerja perlu diiringi upaya memperkuat pelindungan bagi keselamatan dan kesehatan pekerja. Hal ini termasuk perhatian khusus pada kerentanan yang dihadapi perempuan pekerja dari diskriminasi dan kekerasan, baik di sektor formal maupun informal.

Hal ini dikatakan oleh Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam memperingati Hari Buruh Internasional 2023 yang diperingati setiap 1 Mei. Tema Hari Buruh Internasional tahun ini adalah World Day for Safety and Health at Work 2023 atau Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Sedunia 2023. 

Baca Juga

"Sepanjang tahun 2022 terdapat 112 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan pekerja yang diadukan ke Komnas Perempuan," kata Andy dalam keterangannya pada Senin (1/5/2023). 

Dari kasus-kasus itu, sebanyak 58 diantaranya adalah yang dilakukan oleh majikan, termasuk empat di antaranya dialami perempuan pekerja rumah tangga (PRT). Kemudian, terdapat sebanyak 11 kasus yang dilakukan perusahaan.

"Dan 43 kasus itu justru dilakukan oleh rekan kerja," ujar Andy. 

Catatan Tahunan Komnas Perempuan juga mencatatkan adanya 93 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di tempat kerja yang dilaporkan ke berbagai lembaga layanan dan 859 kasus terkait Perempuan Pekerja Migran Indonesia (PPMI). Adapun pada kasus yang diadukan langsung ke Komnas Perempuan, sebagian besar adalah kasus terkait kekerasan seksual dan terkait kesulitan mengakses hak kesehatan reproduksi dan maternitas perempuan pekerja. 

"Pengalaman pada diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan itu dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik perempuan pekerja sehingga menghalanginya untuk bekerja secara optimal atau bahkan menyebabkannya kehilangan pekerjaan," ujar Andy. 

Di sisi lain, Komnas Perempuan meyakini pengesahan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi bagian integral dari pelindungan itu. Upaya pelindungan ini pun merupakan mandat konstitusi pada tanggungjawab negara dalam memenuhi hak-hak konstitusional yang ditetapkan di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) guna mewujudkan kehidupan yang adil dan makmur bagi setiap warga negara.

"Dengan memberikan perhatian khusus pada kerentanan perempuan pekerja, Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau K3 juga perlu dimaknai dengan menciptakan kondisi kerja yang bebas dari diskriminasi berbasis gender dan kekerasan seksual bagi perempuan dan dengan menciptakan pelindungan yang lebih baik bagi pekerja di sektor informal," ujar Komisioner Komnas Perempuan Tiasri Wiandani. 

Saat ini belum ada payung hukum yang dapat menjangkau sektor PRT yang mayoritasnya adalah perempuan. UU Ketenagakerjaan disebut tidak memuat sektor informal, sementara UU Penghapusan Kekerasan di Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) hanya mencakup sebagian pengalaman pekerja rumah tangga ketika mereka tinggal satu atap dengan majikannya.

"Kita tidak dapat mengandalkan Perpu Cipta Kerja untuk memberikan pelindungan bagi perempuan pekerja di sektor formal dan apalagi di sektor informal seperti pekerja rumah tangga," ujar Andy.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement