REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2023 menjadi momentum untuk melihat efektivitas Program Merdeka Belajar yang telah berjalan kurang lebih 3,5 tahun terakhir. Perlu ada indikator keberhasilan dan kegagalan untuk mengukur secara objektif program unggulan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim itu.
"Kami menilai setidaknya ada indikator yang bisa kita lihat untuk melihat tren efektivitas apakah memang hasil Program Merdeka Belajar ini sesuai yang bertujuan menciptakan profil pelajar Pancasila yang mempunyai karakter kuat dan menguasai kemampuan dasar bidang numerik, literasi, dan sains setelah hampir 3,5 tahun diluncurkan Mas Menteri," ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangannya, Selasa (2/5/2023).
Huda menjelaskan, saat ini setidaknya ada 24 episode dari Program Merdeka Belajar yang diluncurkan oleh Kemendikbudristek. Dalam setiap episode tersebut berisi subprogram dari visi Merdeka Belajar, di antaranya program sekolah penggerak, program guru penggerak, program organisasi penggerak, program asesmen nasional, penghapusan tes akademik untuk masuk perguruan tinggi negeri, hingga penghapusan tes calistung bagi siswa PAUD.
"Berbagai program tersebut tentu merupakan iktikad baik dari Mas Menteri. Namun, sebagai sebuah kebijakan, sudah seharusnya diuji apakah memang benar-benar memberikan dampak bagi perbaikan kualitas pendidikan di Tanah Air?” ujarnya.
Huda mengatakan, sudah menjadi fakta jika Program Merdeka Belajar dalam beberapa episode memunculkan kontroversi. Hal ini terjadi karena kurangnya keterlibatan publik dalam proses perumusan dan adopsi kebijakan merdeka belajar.
"Kisruh organisasi penggerak, misalnya, yang sempat menjadi polemik nasional sehingga harus ditunda pelaksanaanya menjadi salah satu contoh. Belum lagi, persoalan RUU Sisdiknas yang juga ditolak sebagian masyarakat pendidikan sehingga gagal menjadi program legislasi nasional prioritas," katanya.
Di sisi lain, kata Huda, berbagai persoalan dasar pengelolaan pendidikan nasional juga masih belum menemukan titik terang. Saat ini program rekrutmen sejuta guru honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) juga masih belum sepenuhnya sesuai dengan harapan. Belum lagi, kesenjangan kualitas pendidikan antarwilayah juga masih terasa.
"Upaya untuk membuat sekolah sebagai tempat aman dan nyaman bagi peserta didik untuk tumbuh kembang juga masih belum sepenuhnya terealisasi. Hal ini dibuktikan dengan masih maraknya bullying yang bahkan memunculkan korban jiwa," katanya.
Politisi PKB ini pun berharap agar di sisa waktu 1,5 masa kerja Mendikbud Ristek Nadiem Makarim ini, ada penajaman program prioritas sehingga ada dampak nyata dari upaya perbaikan kualitas pendidikan di Tanah Air. Menurut dia, Nadiem Makarim perlu memilih program apa yang harus diselesaikan sehingga ada legacy yang diingat oleh publik.
"Saya menyarankan tunaikan saja rekrutmen sejuta guru honorer menjadi PPPK sehingga janji perbaikan kesejahteraan guru bisa terealisasi. Dengan demikian, periode pemerintahan ke depan tinggal fokus pada peningkatan kualitas dan manajemen distribusi guru ke seluruh wilayah di Tanah Air," ujar Huda.