REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Pada momen Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Selasa (2/5/2023), Wakil Ketua Komisi 5 DPRD Provinsi Jawa Barat (Jabar) Abdul Hadi Wijaya menyoroti sejumlah hal di sektor pendidikan. Di antaranya terkait pendidikan gratis.
Menurut Abdul, masih ada siswa dari keluarga ekonomi kurang mampu yang diminta iuran terkait pendidikan. Ia meminta siswa dari keluarga kurang mampu bisa dibebaskan sepenuhnya dari biaya pendidikan.
“Biaya pendidikan jangan lagi melibatkan masyarakat miskin. Bagi masyarakat miskin, biaya pendidikan harus gratis. Yang mampu dipersilakan berkontribusi,” kata Abdul.
Abdul mengatakan, masyarakat dari kalangan yang mampu dapat berkontribusi untuk membantu biaya pendidikan. Dengan begitu, kata dia, dapat dilakukan subsidi silang.
“Orang tua atau masyarakat dari kalangan yang mampu bisa membantu biaya pendidikan, sehingga terjadi subsidi silang," ujar Abdul.
Abdul pun menyoroti soal anggaran sektor pendidikan di Provinsi Jabar. Ia mengatakan, anggaran sektor pendidikan di Jabar sudah memenuhi angka 20 persen dari total APBD. Namun, kata dia, anggaran tersebut sudah termasuk dana dari pusat.
Menurut Abdul, dalam regulasi memang tidak dijabarkan anggaran sektor pendidikan itu minimal 20 persen dari APBD atau termasuk dari APBN. Jika tanpa dana dari pusat, kata dia, persentasenya baru sekitar 9-10 persen. “Makanya perlu duduk bersama lagi yang 20 persen dana pendidikan itu,” kata dia.
Pada momen Hardiknas, Abdul juga berharap adanya peningkatan rata-rata lama sekolah. Di Jabar, kata dia, rata-rata lama sekolah masih sembilan tahun atau SMP. “Ini juga harus dibuatkan strategi agar rata-rata lama sekolah di Jabar meningkat,” ujar dia.
Bukan hanya soal rata-rata lama sekolah. Abdul pun berharap lulusan dari sekolah di Jabar berkualitas. Ia mendorong lahirnya lulusan sekolah yang berprestasi, juga mempunyai perilaku yang baik. Persoalannya, kata dia, saat ini masih ada keluhan soal perilaku siswa yang kurang disiplin, bahkan sampai terlibat tindak kriminalitas.
“Faktanya juga sekarang ini banyak terjadi tawuran, bahkan sampai ada pembunuhan di antara pelajar. Soal ini, Dinas Pendidikan pasti enggak bisa menyelesaikannya sendiri. Misalnya, harus dikoordinasikan dengan pihak kepolisian atau unsur penegak hukum dan lainnya,” kata Abdul.