Rabu 03 May 2023 07:45 WIB

Disdik Jabar Prioritaskan Pembangunan SMA/SMK Negeri di 33 Kecamatan

Disebut ada 130 kecamatan di Jabar yang belum memiliki SMA/SMK negeri.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Irfan Fitrat
(ILUSTRASI) Sejumlah siswa melakukan pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) secara daring.
Foto: Republika/Fakhri Hermansyah
(ILUSTRASI) Sejumlah siswa melakukan pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) secara daring.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Barat (Jabar) mengabarkan upaya untuk menambah sekolah tingkat SMA/SMK. Berdasarkan data Disdik, ada 130 kecamatan di Provinsi Jabar yang belum memiliki SMA atau SMK negeri.

Kepala Disdik Provinsi Wahyu Mijaya mengatakan, kecamatan yang belum memiliki SMA atau SMK negeri itu tersebar di sejumlah daerah. Menurut dia, pemerintah provinsi (pemprov) akan memenuhi kebutuhan sekolah negeri tersebut secara bertahap.

Baca Juga

“Kami juga menyadari bahwa ada banyak kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki, di antaranya yang tadi disampaikan bahwa kita dari 627 kecamatan itu masih ada 130 kecamatan yang memang tidak ada SMA atau SMK negeri di situ,” kata Wahyu, seusai halal bihalal Disdik di Aula Barat Gedung Sate, Kota Bandung, Jabar, Selasa (2/5/2023).

Berdasarkan hasil evaluasi 130 kecamatan itu, menurut Wahyu, Disdik Jabar akan memprioritaskan pembangunan SMA/SMK di 30 kecamatan.

“Yang lainnya itu sebetulnya dari sisi lulusan SMP atau MTS sudah bisa dikover, sudah bisa masuk swasta itu. Tetapi, untuk yang 33 kecamatan, ini menjadi prioritas kami, sehingga kami akan coba usulkan secara bertahap,” kata Wahyu.

Menurut Wahyu, Disdik Jabar akan mengusulkan pembangunan SMA/SMK pada 2024 dan seterusnya. “Mudah-mudahan pertambahan itu tidak hanya di negeri ya, tetapi juga pertambahan di sekolah-sekolah swasta,” ujarnya.

Ihwal kebutuhan anggaran untuk pembangunan sekolah baru, Wahyu mengatakan, nilainya bisa bervariasi, bergantung wilayah. Misalnya terkait harga tanah. Nilai lahan di kota bisa jadi berbeda dengan di kabupaten.

“Biasanya yang menjadi mahal itu harga tanah, pengadaan lahan, dan belum tentu juga ada ketersediaan lahan yang cukup,” kata Wahyu.

Selain pembangunan sekolah baru, menurut Wahyu, ada juga opsi penggabungan. Ia mencontohkan penggabungan sekolah swasta di Kota Bogor, yaitu SLB Dharma Wanita dan SLB Sejahtera.

“Itu tadinya dari swasta, kemudian kita negerikan. Jadi, tidak selalu sekolah baru. Juga level SMA/SMK, saya nanti lihat datanya lagi untuk yang tahun ini itu ada berapa,” ujar dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement