Rabu 03 May 2023 15:13 WIB

Haul di Palu, Ini Dia Biografi Guru Tua Habib Idrus bin Salim Al-Jufri

Haul Guru Tua menjadi daya tarik pariwisata Sulawesi Tengah

Rep: Rossi Handayani/ Red: Erdy Nasrul
Habib Idrus bin Salim al Jufri alias Guru Tua duduk di tengah
Foto: dok web
Habib Idrus bin Salim al Jufri alias Guru Tua duduk di tengah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Palu meramaikan hari kematian Pendakwah dan pendiri Alkhairaat Habib Idrus bin Salim Al Jufri pada Rabu (3/5/2023). Dia adalah pendakwah asal Hadhramaut yang menguatkan keislaman masyarakat Sulawesi.

Berikut ini adalah sekilas data Habib Idrus. 

Baca Juga

Nama lengkap: Al-Habib Idrus bin Salim Al-Jufri atau lebih dikenal dengan Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri atau Guru Tua

Kelahiran: di Tarim, Hadramaut, Yaman, 15 Maret 1892

Wafat: meninggal di Palu, Sulawesi Tengah, 22 Desember 1969 pada umur 77 tahun

Beliau merupakan tokoh pejuang di Provinsi Sulawesi Tengah dalam bidang pendidikan agama Islam, sepanjang hidupnya, ulama yang akrab disapa Guru Tua ini dikenal sebagai sosok yang cinta ilmu.

Pendirian Lembaga

Beliau mendirikan lembaga pendidikan Islam Alkhairaat. Alkhairaat didirikan di Palu, Sulawesi Tengah, kala usia Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri menginjak 41 tahun.

Habib Idrus dianggap sebagai inspirator terbentuknya sekolah di berbagai jenis dan tingkatan di Sulawesi Tengah yang dinaungi organisasi Alkhairaat.

Namanya Diabadikan di bandara Kota Palu

Pada 2014, nama Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri juga diabadikan sebagai nama baru bandara Kota Palu dan Provinsi Sulawesi Tengah, sebelumnya, bandara kebanggaan Kota Palu bernama Bandara Mutiara atas pemberian dari presiden Soekarno, saat pertama kali dioperasikan 1954 dengan nama Bandara Masovu, namun kemudian berganti nama sejak 28 Februari 2014.

Perjalanan dakwah

Beliau memutuskan untuk pergi dari negerinya dan meluaskan dakwah ke Indonesia tahun 1920-an. Beliau sangat menjunjung tinggi negeri ini. Orang akan teringat betapa kecintaannya kepada negerinya yang kedua ini dalam syairnya saat membuka kembali perguruan tinggi pada 17 Desember 1945 setelah Jepang bertekuk lutut, ia menggubah syair, Wahai bendera kebangsaan berkibarlah di angkasa, Di atas bumi di gunung nan hijau, Setiap bangsa punya lambang kemuliaan, Dan lambang kemuliaan kita adalah merah putih.

Pertama kali datang ke Indonesia, beliau datang dan menetap di Pekalongan. Di daerah inilah beliau menikah dengan Syarifah Aminah binti Thalib Al-Jufri. Buah hasil pernikahan tersebut beliau dikaruniai dua putri, Syarifah Lulu’ dan Syarifah Nikmah. Syarifah Lulu’ kemudian menikah dengan Sayyid Segaf bin Syekh AI-Jufri, yang salah seorang anaknya adalah Dr. H. Salim Segaf Al-Jufri, Menteri Sosial Indonesia ke-26 dan Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi dan Kesultanan Oman Periode 2005-2009.

mengabdi sebagai guru

Setelah beberapa lama menetap di Pekalongan, Habib Idrus pergi bermukim di Solo, dengan niat untuk mendirikan madrasah yang diberi nama “Perguruan Arrabithah Alawiyah”. Disamping itu juga, beliau mengabdi sebagai Guru dan Kepala Sekolah di Madrasah Rabithah Al-Alawiyyah. Pada tahun 1926, setelah menetap beberapa lama di Solo, akhirnya beliau pindah ke kota Jombang. Di Jombang beliau pergi menemui beberapa tokoh islam di sana, salah satunya adalah K.H. Hasyim Asy’ari.

Jombang merupakan persinggahan terakhir Habib Idrus di pulau Jawa, setelahnya beliau memulai perjalanannya ke bagian Timur Indonesia untuk memberi petunjuk dan berdakwah di jalan Allah.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement