REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan satu pengacara Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebagai tersangka. Penetapan status ini lantaran dia diduga menghalangi proses penyidikan kasus suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Berdasarkan kecukupan alat bukti yang KPK miliki, saat ini telah meningkatkan pada proses penyidikan baru dengan menetapkan satu orang pengacara sebagai tersangka," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (3/5/2023).
Meski demikian, Ali belum membeberkan identitas tersangka dugaan perintangan penyidikan tersebut. Ia hanya mengatakan, pengacara itu berinisial R.
"Indikasi perintangan yang diduga dilakukan antara lain dengan memberikan advice pada tersangka LE agar bersikap tidak kooperatif dalam proses hukum yang dilakukan KPK," ujar dia.
Ali menyebut, pihaknya akan menyampaikan lebih rinci mengenai identitas dan dugaan perbuatan yang merintangi penyidikan dalam kasus ini bersamaan dengan upaya penahanan. Dia menambahkan, KPK juga bakal segera memanggil R untuk menjalani pemeriksaan. "Perkembangannya akan disampaikan," ujar Ali.
KPK melalui Ditjen Imigrasi Kemenkumham telah mencegah pengacara Lukas, yakni Stefanus Roy Rening bepergian ke luar negeri. Status cegah ini berlaku selama enam bulan sejak 12 April-12 Oktober 2023. Namun, pencegahan tersebut dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidik.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Lukas sebagai tersangka kasus dugaan tindah pidana pencucian uang (TPPU). Penetepan ini dilakukan setelah tim penyidik memiliki bukti yang cukup dari pengembangan kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat orang nomor satu di Bumi Cenderawasih tersebut.
Lukas ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Padahal perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi lantaran sebelumnya bergerak pada bidang farmasi.
Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut. Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Setelah terpilih untuk mengerjakan sejumlah proyek, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.