REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri keuangan syariah global diperkirakan tumbuh sekitar 10 persen pada 2023-2024 meskipun terjadi perlambatan ekonomi. Hal tersebut disampaikan dalam laporan S&P Global Ratings setelah membukukan ekspansi serupa pada 2022 yang sebagian besar dipimpin oleh negara-negara teluk (GCC).
Dikutip pada Rabu (3/5/2023), dalam laporan itu disebutkan, industri keuangan syariah terus berkembang. Pada 2022, aset naik sebesar 9,4 persen dibandingkan pada 2021 yakni sebesar 12,2 persen. Pertumbuhan tersebut didukung oleh pertumbuhan aset perbankan dan industri sukuk.
Negara GCC, terutama Arab Saudi dan Kuwait, mendorong 92 persen pertumbuhan aset perbankan syariah pada tahun lalu. Untuk di Kuwait, tren kenaikan disebabkan akuisisi Ahli United Bank oleh Kuwait Finance House.
Arab Saudi sebagai ekonomi terbesar di kawasan akan mendukung pertumbuhan sejalan dengan strategi ekonomi Visi 2030 dan pertumbuhan pembiayaan hipotek. Meski begitu, pertumbuhan industri keuangan syariah di sejumlah negara tertahan oleh depresiasi mata uang lokal.
"Kelemahan struktural masih mengekang daya tarik geografis dan pasar industri yang lebih luas. Kami percaya bahwa kemajuan menuju standardisasi yang lebih besar, sebagian didukung oleh digitalisasi penerbitan sukuk misalnya, dapat meningkatkan potensi pertumbuhan struktural industri,” ungkap S&P.