Kamis 04 May 2023 05:14 WIB

Guru Tua Habib Idrus Bin Salim Aljufri, Mutiara di Indonesia Timur

Kiprah Al Khairaat yang didirikan Guru Tua sampai ke Indonesia Timur.

 Guru Tua, Mutiara di Indonesia Timur. Foto:  Habib Idrus bin Salim Aljuri menentang setiap gerakan separatis. Foto:  Habib Idrus Salim Al Jufri (Duduk tengah memakai jubah)
Foto: Dok Alkhairaat
Guru Tua, Mutiara di Indonesia Timur. Foto: Habib Idrus bin Salim Aljuri menentang setiap gerakan separatis. Foto: Habib Idrus Salim Al Jufri (Duduk tengah memakai jubah)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Idrus M. Said / Mahasiswa Program Doktor Universitas Islam Negeri Datokarama Palu

 

Baca Juga

Pelaksanaan Haul Habib Idrus Bin Salim Aljufri atau Guru Tua kembali digelar pada 3 mei 2023 di Kota Palu.  Pelaksanaan haul tahun ini adalah yang ke-55 bertempat di jalan Sis Aljufri lembaga Pusat Alkhairat Sulawesi tengah untuk mengenang jasa-jasa perjuangan Habib Idrus Bin Salim Aljufri atau Guru Tua.

Perjuangan Habib Idrus Bin Salim Aljufri atau Guru Tua dalam bidang pendidikan dan dakwah di wilayah Sulawesi Tengah bahkan sampai wilayah Indonesia Timur merupakan alasan utama menjadikan beliau sangat layak untuk diusulkan sebagai Pahlawan Nasional. 

Seperti tercatat dalam beberapa literasi bahwa Habib Idrus Bin Salim Aljufri atau Guru Tua tidak hanya mengajar dan berdakwah tetapi juga berperan sebagai penggerak perjuangan melawan imprealisme penjajahan di wilayah Indonesia Timur. Sehingga, mengobarkan semangat murid-muridnya untuk melawan penjajahan.

Sebagai tokoh sentral jaringan transmisi intelektual melalui jalur pendidikan pesantren kepada rakyat Nusantara, tidak hanya mentransformasikan ilmu dan sosial, tetapi juga menjadi basis perlawanan bagi kaum kolonial penjajah di timur Nusantara Indonesia (Azyumardi Azra, 2021)

Gerakan perjuangan SIS ALJUFRI, bila ditilik mulai dari didirikannya Lembaga Pendidikan Alkhairaat pada tahun 1930 hingga wafatnya pada tahun 1969. perjuangan SIS Aljufri melewati masa-masa perjuangannya mulai dari penjajahan kolonial Belanda, Jepang, pemerintahan NIC dan fase di mana Negara Indonesia Masih mencari jati diri sebagai suatu bangsa. 

SIS Aljufri telah menanamkan jiwa patriotisme kepada murid-muridnya. Sehingga, terdapat bukti-bukti sejarah perjuangan beliau merebut kemerdekaan, walaupun tidak secara fisik langsung terlibat melawan kolonial belanda dan pendudukan Jepang, tetapi melalui basis Sekolah Alkhairaat dan murid-muridnyalah aksi-aksi perlawanan dapat ditemukan dalam sejumlah peristiwa sejarah revolusi kemerdekaan di Sulawesi Tengah.

Seperti misalnya, pada tahun 1938 pihak belanda menuduh Ustadz Abdussamad, murid SIS Aljufri, Kepala madrasah Alkhairaat Cabang Dondo Ampana (sekarang Kabupaten Tojo Unauna), bersama tujuh orang temannya menggerakkan dan menggalang kekuatan masyarakat Dondo untuk mengusir Belanda di wilayah tersebut. Abdussamad bersama tujuh orang temannya itu, ditembak secara keji oleh tentara Belanda dan ditenggelamkan di Pelabuhan Poso kemudian dibuang di Tanjung Putiah (antara Tojo dan Poso) Teluk Tomini (Gani Jumat, 2012).

SIS Aljufri melalui lembaga pendidikan Alkhairaat tidak hanya mentransformasikan ilmu pengatuhan kepada murid-muridnya, tetapi juga sebagai basis perlawanan. Gerakan-gerakan Revolusi kemerdekaan seperti Grilya Kilat dan Laskar Merah Putih yang didalamnya terlibat langsung guru-guru dan murid-murid Alkhairaat. 

SIS Aljufri melalui murid-murid dan lembaga pendidikannya juga mampu mengkonsolidasi tokoh-tokoh pejuang, tokoh politik dan raja-raja untuk menyatakan sikap bersatu menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tercatat Lembaga Pendidikan Alkhairaat yang didirikan SIS Aljufri semasa hidupnya sebanyak 450 cabang Pendidikan Alkhairaat yang tersebar di Wilayah Indonesia Timur. 

Sampai saat ini dampak dari perjuangan dan kontribusi SIS Aljufri, terlihat dari Lembaga Pendidikan Alkhairaat yang telah memiliki cabang Ponpes dan Madrasah/Sekolah dari berbagai tingkatan dengan jumlah 1586 Madrasah yang tersebar di Wilayah Indonesia Timur dan 1 Perguruan Tinggi.

Ketokohan SIS Aljufri bukan tanpa alasan dan berlebihan ketika Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah mengajukan perubahan nama Bandar Udara Mutiara dengan menambahkan nama SIS Aljufri berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KP 178 Tahun 2014. Dalam diktum surat keputusan itu menimbang bahwa Sayyid Idrus bin Salim Aljufri merupakan tokoh pejuang provinsi Sulawesi Tengah di bidang pendidikan khususnya pendidikan agama dan untuk mengenang jasa almarhum maka sudah sepantasnya nama bandara tersebut di abadikan untuk mengenang jasa perjuangannya.

Untuk mengenang jasa-jasa perjuangan Guru Tua di wilayah Indonesia Timur pada tahun 2023 Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah bersama Pemerintah Kota Palu kembali mengusulkan Habib Idrus Bin Salim Aljufri atau Guru Tua untuk dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Naskah tulisan di kutip dalam artikel yang dipresentasikan dalam Proceeding of International Conference on Islamic and Interdisciplinary Studies (ICIIS), 2022.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement