REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin memperkirakan sektor prioritas Halal Value Chain (HVC) tahun ini tumbuh 4,5–5,3 persen. Prediksi pertumbuhan ini kata Kiai Ma'ruf, seiring berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional.
"Kontribusi ekonomi dan keuangan syariah bagi pembangunan dalam negeri tercatat cukup signifikan. Sektor prioritas Halal Value Chain (HVC) diperkirakan tahun ini tumbuh 4,5–5,3 persen," ujar Kiai Ma'ruf saat membuka Asia Pacific Tax Forum ke-14 di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (3/5/2023).
Kiai Ma'ruf menjelaskan, secara keseluruhan, sektor prioritas HVC yang mencakup pertanian, makanan halal, fesyen muslim dan pariwisata ramah muslim tercatat mampu menopang lebih dari 25 persen ekonomi nasional.
Sementara untuk sektor jasa keuangan syariah, kontribusi Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) bagi pembiayaan pembangunan juga tercatat cukup signifikan. Dia melanjutkan, sejak pertama kali diterbitkan pada 2013, SBSN telah mendukung pembiayaan produktif untuk 3.593 proyek dengan total nilai pembiayaan sebesar Rp 173,8 triliun.
Karena itu, Ketua Harian Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah mengatakan, sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim dan kekayaan ragam sumber daya yang dimiliki, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi negara terkemuka dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat global.
"Dengan besarnya potensi yang dapat digali dan kontribusi yang telah disumbangkan, sudah semestinya ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia terus dikembangkan," ujarnya.
Selain itu, kata Kiai Ma'ruf, Indonesia diperkirakan termasuk salah satu negara yang masih mampu tumbuh kuat di tahun 2023. IMF memproyeksikan Indonesia tumbuh di kisaran lima persen (yoy) pada tahun ini.
Sedangkan proyeksi ADB untuk pertumbuhan kawasan Asia Pasifik naik dari proyeksi tahun lalu 4,2 persen menjadi 4,8 persen untuk tahun 2023 dan 2024. Kontribusi kawasan Asia bahkan diperkirakan dapat mencapai 70 persen pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini.
Menurut dia, peningkatan konsumsi dan investasi juga telah nampak di beberapa kawasan, termasuk Asia Pasifik melalui aktivitas pariwisata dan transaksi remitansi yang meningkat seiring pelonggaran pembatasan akibat pandemi.
"Indonesia menilai momentum ini harus dapat direspons secara lincah dan bijak terutama untuk mendorong aktivitas perdagangan, investasi, produktivitas, serta membangun ketahanan ekonomi, baik nasional maupun kawasan," katanya.
Karena itu, Pemerintah terus berkomitmen meningkatkan peran strategisnya di berbagai forum regional, multilateral, dan internasional, terlebih saat ekonomi global tertekan akibat pandemi dan aneka disrupsi.