REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Para pemimpin masyarakat pribumi dari 12 negara Persemakmuran Inggris Raya mendesak Raja Charles III untuk meminta maaf atas rasialisme berabad-abad dan warisan genosida yang dilakukan Kerajaan Inggris. Mereka pun menyerukan reparasi keuangan dan pengembalian harta budaya yang dirampas.
Desakan kepada Raja Charles III disampaikan lewat sebuah surat menjelang upacara penobatannya sebagai raja yang diagendakan digelar di Westminster Abbey, London, pada Sabtu (6/5/2023) mendatang. Dalam surat tersebut terdapat bubuhan tanda tangan dari pemimpin masyarakat pribumi Australia dan sejumlah negara Karibia. Kerajaan Inggris diketahui pernah membantai penduduk asli Australia dan memaksa mereka hengkang dari tanahnya. Sementara beberapa negara Karibia pernah dijarah dan penduduknya dijadikan budak oleh Kerajaan Inggris. Surat itu juga ditandatangani oleh perwakilan dari Kanada, Selandia Baru, dan Papua Nugini.
Dalam suratnya, para pemimpin masyarakat pribumi dari negara-negara Persemakmuran menyampaikan, mereka telah bersatu untuk membantu rakyat mereka “pulih dari rasialisme, penindasan, kolonialisme, dan perbudakan selama berabad-abad”. Mereka meminta Raja Charles III secara resmi mengajukan permintaan maaf Kerajaan Inggris atas tindakan-tindakannya di masa silam.
Nova Peris adalah salah satu tokoh yang turut menandatangani surat desakan kepada Raja Charles III tersebut. Peris adalah perempuan Aborigin pertama yang terpilih menjadi anggota parlemen federal Australia. Peris, yang juga mantan atlet Olimpiade, merupakan seorang kritikus vokal hubungan Australia dengan Kerajaan Inggris.
Peris mengatakan, sudah waktunya Kerajaan Inggris mengakui dampak mengerikan dan abadi dari penjajahan yang dilakukannya. Termasuk warisan genosida yang dirasakan oleh banyak penduduk pribumi. “Sangat penting bagi kami untuk berdiskusi dan mendidik orang tentang kebenaran di balik penjajahan, selama pekan penobatan (Raja Charles III). Percakapan dimulai dengan mendengarkan,” ucapnya.
Dalam surat para pemimpin masyarakat pribumi dinyatakan bahwa Raja Charles III harus memulai diskusi tentang pemberian kompensasi kepada penduduk asli yang menyaksikan penjajah Inggris merampas harta dan menghancurkan budaya mereka. Pakar hak asasi manusia yang juga perempuan Aborigin, Hannah McGlade, mengatakan, reparasi tetap menjadi poin penting bagi banyak orang.
“Kami semakin melihat masyarakat adat meminta reparasi dari keluarga Kerajaan (Inggris). Mereka benar-benar memiliki sejarah yang belum mereka tangani. Genosida terjadi dalam pengawasan mereka,” kata McGlade.
Dalam beberapa tahun terakhir, Charles telah meningkatkan upaya keterlibatan dengan para pemimpin masyarakat pribumi di negara-negara persemakmuran. Hal itu karena monarki menghadapi perhitungan atas hubungannya dengan perdagangan budak dan warisan kekerasan Kerajaan Inggris. Charles sempat mengatakan bahwa Kerajaan Inggris harus mengakui kesalahan-kesalahannya di masa silam. Namun para pemimpin masyarakat pribumi tetap menginginkan adanya permohonan maaf resmi.