REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain laki-laki, muslimah juga terkena kewajiban untuk belajar ilmu agama. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika seorang muslimah berpergian untuk menuntut ilmu.
Imam Ibnul Jauzy berkata: “Wanita adalah insan yang terkena beban kewajiban sebagaimana lelaki. Wajib baginya menuntut ilmu dalam perkara-perkara yang wajib diketahui. Agar ia dapat menunaikan kewajibannya di atas keyakinan”. (Ahkam an-Nisaa)
Dikutip dari buku Akhlak Wanita Muslimah karya Abu Ubaidah, Ada beberapa perkara yang perlu diperhatikan ketika muslimah mengaji, di antaranya:
1. Ikhlaskan Niat
Dahulu Imam Ahmad pernah mengatakan: “Ilmu itu tidak ada sesuatu apapun yang dapat menandinginya bagi orang yang niatnya lurus”.
Sungguh tepat ucapan di atas, keagungan menuntut ilmu bagi yang lurus niatnya. Bahkan jauh-jauh hari Rasulullah sudah memberi peringatan kepada segenap pecinta ilmu agar meluruskan niatnya dalam belajar. Menjadikan landasan dasar dalam belajarnya adalah karena Allah bukan ingin meraih bagian dunia, seperti ingin terkenal, ingin dikatakan orang alim atau meraih derajat tinggi di mata manusia. Rasulullah ﷺ bersabda:
من تعلم علمًا مما يبتغى به وجه الله لا يتعلمه إلا ليصيب به عرضًا من الدنيا، لم يجد عرف الجنة يوم القيامة
Barangsiapa yang menuntut ilmu yang seharusnya ditujukan kepada Allah, tidaklah dia belajar kecuali untuk mendapatkan bagian dunia, maka pada hari kiamat tidak akan mendapati baunya surga. (HR.Abu Dawud: 3664, Ibnu Majah: 252, Ahmad 1/338, Hakim 1/85. Dishahihkan oleh Albani dalam Al-Misykah no.227, Shahih at-Targhib: 105)
Imam ad-Daruquthni berkata: “Kami menuntut ilmu bukan karena Allah, maka ilmu itu menolak hingga dicari hanya karena Allah saja”.
Imam Ibnul Mubarak mengatakan: “Tidak ada suatu apapun yang lebih afdhol daripada menuntut ilmu karena Allah, dan tidak ada suatu apapun yang lebih dibenci daripada menuntut ilmu bukan karena Allah”.
Demikianlah wahai para wanita muslimah, luruskan niatmu dalam mengaji, mengaji bukan untuk mencari bangga-banggaan, persaingan bahwa 'saya rajin ngaji, saya mampu mendatangkan ustadz', tidak demikian. Mengaji karena Allah, karena ini kewajiban, karena ingin menghilangkan kejahilan diri.
2. Suami Jangan Engkau Lupakan
Seorang muslimah ketika ingin belajar dan keluar mencari ilmu hendaknya izin terlebih dahulu kepada suaminya. Taat terhadap perintahnya dan tidak membangkang.
Allah ﷻ berfirman:
فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ
Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka) (QS.an-Nisaa ayat 34)
Sufyan ats-Tsauri mengatakan: “Makna Qonitaat ialah yang taat kepada Allah dan suaminya”.
Perhatikan hak suami, jangan engkau tinggal pergi taklim sementara dirinya belum disiapkan hidangan makan siang, anak-anak belum terurus dan sebagainya. Ingatlah, berbakti kepada suami dan keluarga lebih wajib. Jangan kewajiban ini terlupakan gara-gara kewajiban menunutut ilmu, tapi gabungkanlah dua kebaikan ini. Karena pada hukum asalnya wanita menetap di dalam rumahnya.
Allah ﷻ berfirman:
وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu. (QS.al-Ahzab ayat 33)
Abdullah bin Mas’ud berkata: “Sesungguhnya wanita adalah aurat. Paling dekatnya wanita kepada Allah adalah bila ia berada di dalam rumahnya”.
3. Perbaiki Penampilan
Tidak ragu lagi memakai hijab bagi wanita adalah wajib. Haram bagi wanita keluar rumah tanpa memakai hijab syari.
Allah ﷻ berfirman:
وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya. (QS.an-Nuur ayat 31)
Maka anda wanita muslimah yang mengaji, perbaiki penampilanmu ketika mengaji, pakailah pakaian yang sesuai aturan syari. Jangan berlomba-lomba tampil cantik ketika mengaji. Berlomba-lomba bahan baju yang paling mahal, yang paling modis, Allahul Musta’an, tinggalkan hal ini, ambil ilmu ketika mengaji, bukanlah majlis taklim itu ajang kontes kecantikan.
4. Catat, Jangan Ngobrol Atau Jualan
Tujuan dalam mengaji adalah mengamalkan ilmu yang diketahui dan berusaha sekuat tenaga agar ilmu yang dimiliki bisa diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai itu salah satu caranya adalah dengan mencatat pembahasan yang sedang dikaji. Ilmu itu dengan mencatat, bukan malah ngobrol di saat pengajian berjalan, atau yang lebih parah berjualan saat pengajian. Bahkan ada yang menyantap makanan karena bersembunyi di balik hijab. Tinggalkan semua perkara ini wahai muslimah yang mengaji!
5. Sibukkan diri Dengan Ilmu Bukan Media Sosial
Saudariku muslimah, ketika kita sudah mengaji maka sibukkanlah diri ini terus dengan belajar dan menuntut ilmu. Jangan engkau sibukkan dirimu dengan mengikuti berita di media sosial yang kadang benar dan terkadang salah.
Umar bin Khatthab berkata: “Belajarlah sebelum engkau diangkat menjadi seorang pemimpin”. Imam al-Bukhari menimpali: “Dan setelah jadi pemimpin tetap belajar”.
Hasan al-Bashri mengatakan: “Belajar hadits di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu”.
Maksudnya belajarlah tatkala kalian masih kecil dan muda, sebelum engkau menjadi seorang imam.
6. Pilih Guru Yang Baik Agama Dan Manhajnya
Maksudnya, jangan sembarangan memilih guru dalam belajar. Pilih guru yang mempunyai ilmu kuat. Jangan memilih ustadz yang lelaki bila ustadzah wanita masih ada. Jangan pula belajar kepada ustadz yang masih muda bila ustadz yang tua dan ahli masih ada. Demi menjaga diri dari fitnah yang bisa muncul. Karena sekarang kita hidup di zaman yang penuh fitnah, maka berhati-hatilah dalam mengambil ilmu.
Imam asy-Syathibi berkata, “Walhasil, hendaklah seseorang tidak mengikuti ulama kecuali kepada orang yang terpercaya menurut kaca mata syari. Yang selalu menegakan hujjah, paling paham dengan hukum syari secara umum maupun terperinci. Maka acapkali yang diikuti tidak sesuai dengan syari dalam sebagian masalah, maka janganlah dijadikan hakim dan
jangan ditiru kesalahannya yang menyelisihi syariat”.