Jumat 05 May 2023 00:35 WIB

Ketegangan Mereda, Israel Tetap Serang Gaza

Serangan udara Israel di Jalur Gaza menewaskan seorang pria

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Asap mengepul setelah serangan udara Israel di jalur Gaza utara, di Kota Gaza, awal 03 Mei 2023. Serangan udara tersebut terjadi setelah kelompok militan di Gaza mengaku bertanggung jawab atas penembakan puluhan roket dari Jalur Gaza ke kota-kota Israel selatan setelah kematian tahanan Palestina Khader Adnan diumumkan pada 02 Mei.
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Asap mengepul setelah serangan udara Israel di jalur Gaza utara, di Kota Gaza, awal 03 Mei 2023. Serangan udara tersebut terjadi setelah kelompok militan di Gaza mengaku bertanggung jawab atas penembakan puluhan roket dari Jalur Gaza ke kota-kota Israel selatan setelah kematian tahanan Palestina Khader Adnan diumumkan pada 02 Mei.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Serangan udara Israel di Jalur Gaza menewaskan seorang pria berusia 58 tahun dan melukai lima lainnya pada Rabu (3/5/2023). Padahal ketegangan antara Israel dan Hamas di daerah tersebut telah mereda.

Anak korban Hatem menyatakan, serangan Israel mengirim pecahan peluru menembus rumah Hashil Mubarak yang berusia 58 tahun di Kota Gaza. “Kami sedang tidur di rumah dengan aman dan sehat ketika kami mendengar ledakan raksasa dari sebuah misil,” kenang Hatem ketika para pelayat memenuhi masjid lingkungannya dan bergiliran membungkuk untuk mencium kening ayahnya.

“Dia mati syahid,” katanya.

Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan, atap rumah mereka runtuh, pecahan logam menghantam dada Mubarak hingga membunuhnya. Mubarak dilarikan ke rumah sakit dan tidak bisa diresusitasi.

Jet tempur Israel menyerang sasaran di Gaza sebagai tanggapan atas serangan roket yang diluncurkan oleh kelompok Gaza di wilayah Israel sehari sebelumnya. Namun setelah matahari terbit, kekerasan tampak mereda karena kedua belah pihak mengisyaratkan ingin menghindari konflik yang lebih luas.

Kekerasan meletus ketika seorang tahanan terkemuka Palestina Khader Adnan meninggal dalam tahanan Israel setelah mogok makan selama 87 hari. Kematian  pemimpin kelompok Jihad Islam Palestina yang mempopulerkan aksi mogok makan sebagai bentuk aktivisme yang efektif, bergema di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Protes meletus di pos pemeriksaan militer Israel dan pemogokan umum menutup toko di seluruh wilayah. Warga Palestina dan kelompok HAM menyalahkan Israel atas kematiannya, menuduh otoritas penjara melakukan kelalaian medis.

Amnesty International yang berbasis di London menggambarkan perlakuan Adnan di penjara Israel sebagai tidak manusiawi dan merendahkan. Lembaga itu mengutip seorang dokter yang mengunjungi selnya dan mengatakan pihak berwenang menolak permintaannya untuk perawatan medis. Layanan penjara Israel mengklaim Adnan menolak perawatan medis sampai semuanya terlambat.

Militan Palestina di Gaza menembakkan 100 roket ke Israel selatan Selasa malam, melukai serius seorang pekerja asing di sebuah lokasi konstruksi. Militer Israel mengatakan pesawat tempurnya menyerang terowongan, lokasi produksi senjata, dan instalasi militer milik kelompok militan Hamas yang berkuasa di Gaza.

Setelah beberapa jam tenang, militer Israel mengumumkan bahwa penduduk di kota-kota selatan tidak perlu lagi berada di dekat tempat perlindungan bom. Juru bicara Hamas Hazem Qasem berterima kasih kepada militan Palestina karena menghadapi agresi Israel dan mengakhiri putaran konflik.

Utusan PBB untuk Timur Tengah Tor Wennesland menyambut baik pemulihan ketenangan setelah kekerasan selama 12 jam. “Jika upaya kami gagal, kami akan berisiko berada di tengah eskalasi mematikan lainnya,” katanya.

Tapi tidak semua orang menyambut ketenangan itu. Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir mengecam Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Dia menyatakan, tindakan itu sebagai respons yang lemah terhadap tembakan roket dari Gaza.

Partai Ben-Gvir Jewish Power mengumumkan anggotanya akan memboikot semua pemungutan suara parlemen sebagai protes pada Rabu. Netanyahu membalas Ben-Gvir dengan mengatakan, hanya perdana menteri, menteri pertahanan, dan pasukan keamanan yang ditugaskan untuk menangani peristiwa keamanan yang sensitif dan kompleks di Israel.

"Jika ini tidak dapat diterima oleh Menteri Ben-Gvir, dia tidak harus tetap di pemerintahan," kata Partai Likud yang dipimpin oleh Netanyahu dalam sebuah pernyataan.

Pertempuran Israel-Palestina telah meningkat selama setahun terakhir. Sekitar 250 orang Palestina meninggal oleh tembakan Israel dan 49 orang tewas dalam serangan Palestina terhadap Israel.

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement