REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pelarangan Wali Kota Mohamed Khairullah yang merupakan Wali Kota Prospect Park di New Jersey menghadiri perayaan Idul Fitri di Gedung Putih bersama Presiden AS Joe Biden disebut berdasarkan "Daftar Pengawasan" orang orang yang diduga terkait dengan terorisme oleh lembaga intelejen federal AS. Dalam daftar tersebut bukan hanya Wali Kota Mohamed Khairullah, hampir semua nama menyasar ke komunitas Arab dan Muslim.
Dalam konferensi pers yang diadakan pada hari Selasa (2/5/2023), di South Plainfield oleh Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR-NJ) cabang New Jersey, Wali Kota Prospect Park, Mohamed Khairullah, dan beberapa pembicara lainnya mengutuk daftar tersebut sebagai tindakan ilegal, diskriminatif, dan inkonstitusional.
Mereka juga menyerukan kepada Dinas Rahasia AS dan badan-badan federal lainnya untuk berhenti menggunakan dan mendistribusikan daftar tersebut, yang menurut kelompok itu memiliki lebih dari 1,5 juta nama, yang sebagian besar adalah "nama-nama yang terdengar seperti orang Arab atau Muslim."
CAIR telah meminta pemerintahan Biden untuk menghentikan penyebaran informasi FBI dari apa yang dikenal sebagai Kumpulan Data Penyaringan Teroris yang mencakup ratusan ribu orang. Kelompok tersebut memberi tahu Khairullah bahwa seseorang dengan nama dan tanggal lahirnya ada dalam kumpulan data yang diperoleh pengacara CAIR pada tahun 2019.
Sesaat sebelum ia akan tiba di Gedung Putih untuk perayaan Idul Fitri pada hari Senin, Khairullah mengatakan bahwa ia menerima telepon dari Gedung Putih yang menyatakan bahwa ia belum mendapat izin masuk dari Secret Service dan tidak dapat menghadiri perayaan tersebut, di mana Biden memberikan sambutan kepada ratusan tamu.
Khairullah mengatakan pada hari Selasa bahwa dia tidak tahu mengapa informasinya ada dalam daftar. Anehnya, tidak ada seorang pun di pemerintah federal yang memberitahu alasannya. Khairullah menegaskan tidak ada alasan untuk meyakini bahwa ia adalah orang yang berbahaya.
Khairullah mengatakan bahwa dia telah ditahan beberapa kali dan diinterogasi saat bepergian, pengalaman yang disebutnya memalukan. "Saya tidak kecewa karena tidak berada di Gedung Putih," kata Khairullah, yang terpilih untuk masa jabatan kelima sebagai wali kota pada bulan Januari.
"Ini tentang hak asasi manusia saya. Saya memiliki platform untuk menangani masalah ini, tetapi sekitar 1,5 juta orang lainnya tidak... insiden seperti ini membuat saya mempertanyakan kemajuan yang saya pikir telah kita capai," katanya.
Selaedin Maksut, Direktur Eksekutif CAIR, mengatakan bahwa tidak ada transparansi mengenai bagaimana dan mengapa seseorang dimasukkan atau dikeluarkan dari daftar tersebut, dan tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukan untuk menghapus nama mereka.
"Dua dekade setelah peristiwa 9/11, kami terus melihat bahaya dari daftar pengawasan. Kami terus melihat bagaimana daftar ini menyebabkan kesulitan bagi Muslim Amerika dan warga Amerika pada umumnya, melanggar hak-hak sipil mereka," kata Maksut.
Seorang juru bicara Secret Service mengkonfirmasi bahwa Khairullah tidak diizinkan masuk ke dalam kompleks Gedung Putih, namun ia menolak untuk menjelaskan alasannya. Gedung Putih juga menolak berkomentar.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Selasa malam, dua senator AS dari New Jersey - Bob Menendez dan Cory Booker, keduanya dari Partai Demokrat, serta Rep. Bill Pascrell Jr. dari Partai Demokrat yang mewakili distrik tempat Khairullah tinggal - mengumumkan bahwa mereka telah secara resmi meminta penjelasan kepada Secret Service dan pemerintahan Biden tentang alasan mengapa walikota tersebut tidak diizinkan untuk hadir.
Ketiganya juga meminta agar Khairullah diberitahu tentang alasan substantif mengapa ia ditolak masuk dan agar statusnya ditinjau kembali sehingga ia dapat menghadiri acara-acara semacam itu di masa mendatang.