REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Di antara sifat jaiz (boleh) bagi Baginda Muhammad SAW adalah perkara-perkara yang berlaku pada manusia pada umumnya, selama tidak mengurangi kehormatan beliau yang agung.
Nabi Muhammad SAW dalam beberapa hal perkara duniawi juga pernah dikoreksi para sahabat. Namun, kekeliruan Nabi Muhammad SAW hanya pada perkara dunia, seperti dalam sebuah riwayat hadits.
عَنْ مُوسَى بْنِ طَلْحَةَ ، عَنْ أَبِيهِ ، قَالَ : " مَرَرْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَوْمٍ عَلَى رُءُوسِ النَّخْلِ ، فَقَالَ : ( مَا يَصْنَعُ هَؤُلَاءِ ؟ ) فَقَالُوا : يُلَقِّحُونَهُ ، يَجْعَلُونَ الذَّكَرَ فِي الْأُنْثَى فَيَلْقَحُ ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( مَا أَظُنُّ يُغْنِي ذَلِكَ شَيْئًا ). قَالَ فَأُخْبِرُوا بِذَلِكَ فَتَرَكُوهُ ، فَأُخْبِرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَلِكَ فَقَالَ : ( إِنْ كَانَ يَنْفَعُهُمْ ذَلِكَ فَلْيَصْنَعُوهُ ، فَإِنِّي إِنَّمَا ظَنَنْتُ ظَنًّا ، فَلَا تُؤَاخِذُونِي بِالظَّنِّ ، وَلَكِنْ إِذَا حَدَّثْتُكُمْ عَنِ اللهِ شَيْئًا فَخُذُوا بِهِ ، فَإِنِّي لَنْ أَكْذِبَ عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ )
Dalam riwayat Musa bin Thalhah RA, dari ayahnya, disebutkan bahwa dia pernah berjalan bersama Nabi Muhammad SAW lalu di tengah jalan mereka bertemu dengan sekelompok orang yang sedang ada di atas pohon kurma. Nabi SAW bertanya, "Sedang apa kalian?"
Mereka menjawab, "Ini kami sedang mencangkok pohon kurma." Kemudian Nabi SAW berkata, "Menurut dugaanku, pekerjaan itu tidak ada gunanya."
Mereka yang ada di atas pohon kurma itu pun turun dan menghentikan aktivitasnya. Namun, tersiar kabar setelah itu bahwa pekerjaan mereka itu ternyata berhasil baik.
Lalu Nabi SAW bersabda, "Jika pekerjaan itu ternyata bermanfaat bagi mereka, teruskanlah. Aku hanya menduga-duga, jadi jangan menggubris dugaan-dugaan itu. Tetapi jika aku bicara tentang agama Allah, maka pegang teguhlah itu. Karena aku sekali-kali tidak akan berdusta kepada Allah." (HR Muslim)
Dalam riwayat Rafi' bin Khadij RA, disampaikan kisah yang sama, dengan matan yang agak berbeda. "...ternyata usaha mereka berhasil dengan melimpah-ruah, lalu mereka kabarkan itu kepada Rasulullah SAW. Nabi SAW pun bersabda:
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ ، إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ مِنْ دِينِكُمْ فَخُذُوا بِهِ ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ مِنْ رَأْيِي فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ
"Sungguh aku hanya seorang manusia. Jika kuperintahkan kamu mengenai urusan agamamu, laksanakanlah perintahku itu. Dan jika kuperintahkan kepadamu sesuatu yang berdasarkan buah pikiranku semata-mata, maka sungguh aku hanya seorang manusia." (HR Muslim)
Sebagai seorang manusia, Nabi Muhammad SAW juga bisa keliru dalam perkara duniawi. Ketika terjadi Perang Badar, pasukan Muslimin berhenti di sebuah sumur yang bernama Badar dan beliau memerintahkan untuk menguasai sumber air tersebut sebelum dikuasai musuh. Salah seorang sahabat yang pandai strategi perang, Khahab bin Mundzir RA berdiri menghampiri Rasulullah SAW dan bertanya, "Wahai Rasulullah apakah penentuan posisi ini adalah wahyu dari Allah atau hanya strategi perang? Nabi SAW menjawab, "Tempat ini kupilih berdasarkan pendapat dan strategi perang."
Baca juga: Shaf Sholat Campur Pria Wanita di Al Zaytun, Ustadz Adi Hidayat Jelaskan Hukumnya
Kemudian Khahab berkata lagi, "Wahai Rasulullah, jika demikian, tempat ini tidak strategis. Lebih baik kita pindah ke tempat air yang terdekat dengan musuh. Kita membuat markas di sana dan menutup sumur-sumur yang ada di belakangnya. Kita buat lubang-lubang dekat perkemahan dan kita isi dengan air sampai penuh, sehingga kita akan berperang dan mempunyai persediaan air yang cukup. Sedangkan musuh tidak mempunyai persediaan air minum," kata Khahab.
Mendengar pendapat Khahab, Nabi SAW tersenyum lalu berkata, "Pendapatmu sungguh bagus." Malam itu pun Rasulullah SAW dan para sahabat melaksanakan usulan Khahab. Dan akhirnya kaum Muslimin memenangkan peperangan tersebut dengan telak.