REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Elektabilitas Prabowo Subianto sebagai capres di Pilpres 2024 belakangan menjadi yang teratas dari beberapa lembaga survei. Tapi, posisi Ketua Umum Partai Gerindra itu dinilai masih belum mudah.
Pendiri Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi), Hendri Satrio mengatakan, posisi Prabowo akan semakin sulit jika koalisi besar terbentuk. Sebab, parpol-parpol akan satu komando kepada Jokowi.
Sedangkan, Prabowo masih sangat tergantung kepada Cak Imin dari PKB jika ingin maju sebagai capres. Sayangnya, sampai hari ini mereka tidak pula mengumumkan dan Prabowo-Cak Imin sebagai capres-cawapres belum terjadi.
"Artinya, ini tidak bertemu dan sangat mungkin Cak Imin tegak lurus dengan komando Pak Jokowi," kata Hensat, Jumat (5/5/2023).
Artinya, jika Prabowo ingin jadi kontestan pemilu pilihannya cuma jadi cawapres dari Ganjar atau sekadar jadi penonton. Kecuali, Prabowo bisa meyakinkan Megawati ada perjanjian di Batu Tulis yang belum dipenuhi.
"Kalau Prabowo berhasil meyakinkan baru bisa Prabowo-Ganjar, mungkin di 2024 perjanjian Batu Tulis yang tertunda bisa terjadi," ujar Hensat.
Padahal, ia mengingatkan, sejak awal pasangan yang paling jelas tidak lain Prabowo-Cak Imin dari KIB. Sedangkan, capres-capres lain seperti Anies Baswedan masih bicara soal kriteria-kriteria untuk cawapres.
Kondisi itu tidak sejelas hubungan Prabowo-Cak Imin, sekalipun ijab kabul belum terjadi. Hensat menduga, Prabowo memang tidak ingin maju bersama Cak Imin di Pilpres 2024 sebagai capres dan cawapres.
"Tapi, tanpa Cak Imin, Prabowo sulit jadi capres," kata Hensat.
Saat ini, ia menambahkan, masyarakat masih disuguhkan pertemuan demi pertemuan yang dilakukan ketua umum partai politik. Artinya, sampai 25 November, masih akan banyak lagi drama-drama terkait Pilpres 2024.
"Kecuali, ada manuver lain atau momentum lain yang dihasilkan capres atau ketum parpol," ujar Hensat.