Sabtu 06 May 2023 16:08 WIB

Pencipta AI: Kecerdasan Buatan Lebih Mengerikan Dibandingkan Perubahan Iklim

Saat ini ancaman AI mungkin lebih gawat.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Natalia Endah Hapsari
Kemampuan kecerdasan buatan (AI) kini memunculkan pertanyaan sekaligus kekhawatiran./ilustrasi
Foto: Unsplash
Kemampuan kecerdasan buatan (AI) kini memunculkan pertanyaan sekaligus kekhawatiran./ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Pelopor kecerdasan buatan (AI) Geoffrey Hinton mengatakan teknologi AI dapat menimbulkan ancaman yang lebih genting bagi umat manusia dibandingkan perubahan iklim. Hinton yang juga dikenal sebagai Godfather of AI mengumumkan belum lama ini telah keluar dari Alphabet setelah satu dekade berkarier di sana.

Karya Hinton dianggap penting untuk pengembangan sistem AI kontemporer. Pada tahun 1986, dia ikut menulis makalah berjudul “Learning representations by back-propagating errors”, sebuah tonggak sejarah dalam pegembangan jaringan saraf yang mendukung teknologi AI.

Baca Juga

Kemudian pada tahun 2018, dia dianugerahi Penghargaan Turing sebagai pengakuan atas terobosan penelitiannya. Namun, sekarang dia bergabung dengan sejumlah pakar yang secara terbuka mendukung kekhawatiran dari ancaman yang ditimbulkan AI.

Hinton mengungkapkan tidak meremehkan soal perubahan iklim yang juga menjadi masalah besar. Namun, saat ini, ancaman AI mungkin lebih gawat.

“Dengan perubahan iklim, sangat mudah untuk merekomendasikan apa yang harus Anda lakukan. Anda berhenti membakar karbon. Jika Anda melakukannya, pada akhirnya semuanya akan baik-baik saja. Sedangkan ancaman AI sama sekali tidak jelas apa yang harus Anda lakukan,” kata Hinton, dikutip Reuters, Sabtu (6/5/2023).

Persaingan teknologi AI dimulai pada November tahun lalu dengan ChatGPT, produk dari OpenAI menjadi viral. Aplikasi tersebut mendapat pertumbuhan tercepat dalam sejarah, mencapai 100 juta pengguna bulanan dalam dua bulan.

Microsoft kemudian menggaet OpenAI untuk mengembangkan produk AI tersebut. Pada bulan April, CEO Twitter Elon Musk bergabung dengan ribuan orang dalam menandatangani surat terbuka yang menyerukan jeda enam bulan dalam pengembangan sistem AI yang lebih kuat daripada GPT-4 OpenAI yang baru diluncurkan.

Namun, Hinton tidak setuju dengan pemberhentian penelitian. Menurut dia, itu sama sekali tidak realistis. “Kita harus bekerja sangat keras sekarang dan mengerahkan banyak sumber daya untuk mencari tahu apa yang bisa kita lakukan,” ujar dia.

Pemerintah Biden mengadakan pembicaraan dengan sejumlah pemimpin perusahaan AI, termasuk CEO Alphabet Sundar Pichai dan CEO OpenAI Sam Altman di Gedung Putih.  “Pemimpin teknologi paling memahaminya dan politisi harus terlibat. Itu memengaruhi kita semua sehingga kita harus memikirkannya,” ucap Hinton. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement