Sabtu 06 May 2023 18:06 WIB

Pengamat: Pariwisata Bali Tumbuh Setelah WHO Cabut Darurat COVID

Pertumbuhan ekonomi Bali pada kuartal I 2023 mencapai 6,04 persen

 Wisman berjalan-jalan di pantai Kuta, Bali, Rabu (3/5/2023). Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dipublikasikan pada 02 Mei 2023, jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia pada Maret 2023 mencapai 809.960. Kenaikan 15,39 persen bulan ke bulan. Kunjungan wisman ke Indonesia meningkat 470,37 persen dari angka Maret 2022.
Foto: EPA-EFE/MADE NAGI
Wisman berjalan-jalan di pantai Kuta, Bali, Rabu (3/5/2023). Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dipublikasikan pada 02 Mei 2023, jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia pada Maret 2023 mencapai 809.960. Kenaikan 15,39 persen bulan ke bulan. Kunjungan wisman ke Indonesia meningkat 470,37 persen dari angka Maret 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pengamat ekonomi dari Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar Prof Dr Ida Bagus Raka Suardana meyakini pariwisata di Bali tumbuh signifikan setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencabut status darurat kesehatan global akibat COVID-19 di seluruh dunia.

"Ini akan berperan besar, berdampak positif karena orang banyak berkunjung," kata Raka Suardana, di Denpasar, Sabtu (6/5/2023)

Baca Juga

Menurut dia, pariwisata berkaitan dengan mobilitas manusia dari satu tempat ke tempat lain. Sedangkan sektor jasa pariwisata berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bali.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, pertumbuhan ekonomi Bali pada kuartal I 2023 mencapai 6,04 persen. Jumlah tersebut tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode sama 2022 mencapai 1,48 persen.

Ada pun sektor penyediaan makan dan minum yang merupakan bagian sektor jasa pariwisata, berkontribusi hampir 20 persen dari sisi lapangan usaha dan dari sisi pengeluaran didukung konsumsi rumah tangga sebesar 56 persen.

Ia menambahkan dengan dicabutnya status darurat kesehatan global COVID-19 itu, akan menjadi momentum bagi Bali untuk menerapkan turis yang berkualitas datang berkunjung ke Pulau Dewata.

"Ketika mobilitas kembali normal, maka harus dijual mahal Bali ini, dalam arti turis berkualitas datang ke Bali," katanya lagi.

Untuk mendukung wisatawan berkualitas, perlu didorong sosialisasi dan promosi guna menjaring turis berkualitas, yang membelanjakan uangnya lebih besar sehingga berdampak kepada ekonomi Bali.

Selain itu, ia juga mengusulkan dalam jangka panjang mendatang pembayaran visa kedatangan langsung atau Visa on Arrival (VoA) lebih mahal hingga opsi retribusi yang dikenakan kepada wisatawan asing datang ke Bali.

"Kalau sekarang kan (wisatawan asing) bebas masuk dengan misalnya sandal jepit sudah bisa ke Bali sehingga Bali sesak, sedangkan pengeluaran mereka kecil, belum berdampak ke ekonomi," katanya pula.

Sebelumnya, Direktur Jenderal WHO mencabut status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) untuk COVID-19 pada Jumat (5/5).

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengatakan Indonesia sebelumnya sudah bersiap bertransisi dari pandemi ke endemi dengan berkonsultasi dengan WHO.

"Kami telah berkonsultasi dengan Dirjen WHO dan tim WHO baik di Jenewa dan Jakarta untuk Indonesia mempersiapkan transisi pandemi beberapa waktu lalu sebelum pencabutan status PHIEC diumumkan WHO," katanya.

Kendati status kegawatdaruratan pandemi sudah dicabut, pemerintah tetap mengedepankan kesiapsiagaan dan kewaspadaan di antaranya dengan surveilans kesehatan masyarakat, dan kesiapsiagaan fasilitas kesehatan dan obat-obatan, serta mempersiapkan kebijakan kesehatan lainnya.

Masyarakat juga diimbau agar tetap memperhatikan dan menjalankan protokol kesehatan serta upaya vaksinasi juga terus dijalankan terutama untuk meningkatkan perlindungan bagi kelompok masyarakat yang paling berisiko.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement