REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD – Pemerintah Irak sedang mencari bantuan internasional yang mendesak untuk mencegah sungai Tigris dan Efrat mengering. Volume air di kedua sungai itu mulai menyusut diduga akibat perubahan iklim.
“Menyelamatkan Tigris dan Efrat membutuhkan intervensi internasional yang mendesak. Kami membutuhkan upaya semua teman di berbagai negara dan organisasi-organisasi untuk membantu Irak di masa kritis dalam sejarah dua sungai besarnya ini,” kata Perdana Menteri Irak Mohammed Shia Al-Sudani pada sebuah acara di Baghdad, dikutip Al Arabiya, Ahad (7/5/2023).
Al-Sudani mengungkapkan, pemerintahannya telah menyusun strategi iklim hingga 2030. Strategi itu akan mencakup penangkapan gas guna mengurangi kerusakan lingkungan, memberi insentif kepada petani yang menggunakan teknologi irigasi modern, dan memanfaatkan energi terbarukan. Pemerintah Irak membentuk dewan yang bakal menyusun strategi untuk menjaga keamanan air.
Pemerintah juga merencanakan proyek desalinasi air laut guna mengatasi kekurangan pasokan dari sungai Tigris dan Efrat. Pada Maret lalu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan negaranya akan meningkatkan jumlah air yang dikeluarkan dari bagian sungai Tigris selama sebulan untuk mengurangi kesulitan air di Irak.
Pada Desember 2021, Kementerian Sumber Daya Air Irak pernah menerbitkan laporan yang menyebut bahwa sungai Tigris dan Efrat yang melintasi negara itu dapat mengering pada 2040. Hal tersebut disebabkan penurunan permukaan air dan perubahan iklim. “Tingkat penurunan impor air ke Irak telah dimulai secara bertahap dan akan turun hingga 30 persen pada 2035,” katanya kala itu.
Pada Desember 2021, Pemerintah Irak juga pernah bersiap menggutan kebijakan air Iran ke Pengadilan Internasional. Teheran dituding mengurangi aliran air dari sungai Tigris dan Efrat. “Kementerian Sumber Daya Air telah mengirim surat kepada Kementerian Luar Negeri (Irak) dan telah menyelesaikan semua prosedur teknis serta hukum untuk gugatan itu. Keputusan untuk mengambil tindakan lebih lanjut terserah Kementerian Luar Negeri dan pemerintah Irak,” kata mantan menteri sumber daya air Irak kala itu, Mahdi Rashid Al Hamdani, saat diwawancara Al-Hurra TV pada 5 Desember 2021.
Irak telah lama dikenal sebagai tanah di antara dua sungai. Sebagian besar pasokan airnya berasal dari atau melewati negara-negara tetangga. Beberapa pejabat Irak sempat menuduh Iran mengurangi aliran air dari sungai Tigris dan Efrat. Selain itu, mereka juga menuding Teheran melanggar hukum internasional serta membahayakan sektor pertanian Irak.