Ahad 07 May 2023 19:45 WIB

Israel Masih Nafsu Ingin Normalisasi Hubungan dengan Arab Saudi, Dimediasi Amerika Serikat

Israel berupaya normalisasi dengan Arab Saudi seperti negara Teluk lainnya

Rep: Umar Mukhtar / Red: Nashih Nashrullah
Bendera Israel dan Arab Saudi. Israel berupaya normalisasi dengan Arab Saudi seperti negara Teluk lainnya
Bendera Israel dan Arab Saudi. Israel berupaya normalisasi dengan Arab Saudi seperti negara Teluk lainnya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Israel mengharapkan adanya terobosan terkait normalisasi hubungannya dengan Arab Saudi selama kunjungan penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan di Arab Saudi.

Hal ini disampaikan Kepala Dewan Keamanan Nasional Israel, Tzachi Hanegbi. Dia mengatakan telah berbicara dengan Penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan, yang disebut melakukan perjalanan ke Arab Saudi pada Sabtu (6/5/2023). Sullivan diperkirakan akan bertemu dengan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman.

Baca Juga

Sullivan mengatakan Washington sedang bekerja keras untuk menormalkan hubungan antara Israel dan Arab Saudi. Ini merupakan tujuan utama yang ditetapkan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang secara singkat bergabung dengan panggilan video Sullivan dengan Hanegbi.

"Kami sangat-sangat berharap akan ada terobosan selama kunjungannya ke sana," kata Hanegbi kepada Reshet 13 News, dilansir di The Arab Weekly.

Soal apakah terobosan akan menjadi panggilan telepon antara pemimpin Arab Saudi dan Netanyahu, Hangebi mengatakan, ada orang yang mengatakan bahwa ada lebih dari panggilan telepon antara pemimpin Arab Saudi dan Israel.

"Namun yang penting adalah Amerika Serikat memimpin langkah menambahkan Arab Saudi ke Abraham Accords, normalisasi dan perdamaian dengan Israel. Jika itu terjadi, itu akan menjadi titik balik bersejarah," ujarnya.

Pemerintahan mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 2020 menengahi perjanjian damai bersejarah yang dikenal sebagai Abraham Accords. Ini mencakup normalisasi hubungan diplomatik antara sekutu Teluk Uni Emirat Arab dan Bahrain dengan Israel, yang semuanya berbagi ketakutan keamanan atas Iran.

Baca juga: 22 Temuan Penyimpangan Doktrin NII di Pesantren Al Zaytun Menurut FUUI

Ketika Arab Saudi mengisyaratkan persetujuan atas perjanjian 2020, Riyadh kemudian menunda untuk mengikutinya. Saudi menyampaikan, tujuan Palestina untuk menjadi negara bagian harus diselesaikan terlebih dahulu.

Namun, prospek semacam itu telah dikaburkan oleh ketegangan Riyadh dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden, perbaikan hubungan baru-baru ini dengan saingan regional Iran, dan kebangkitan pemerintah Israel sayap kanan Netanyahu.   

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement