Senin 08 May 2023 12:17 WIB

Ancaman AI Lebih Mendesak dari Isu Perubahan Iklim

Kecerdasan buatan mengancam eksistensi manusia di muka bumi ini.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolandha
Pelopor kecerdasan buatan atau artificial intelligent (AI) justru mengingatkan masyarakat untuk sadar atas melesatnya AI di kehidupan manusia.
Foto: UNM
Pelopor kecerdasan buatan atau artificial intelligent (AI) justru mengingatkan masyarakat untuk sadar atas melesatnya AI di kehidupan manusia.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pelopor kecerdasan buatan atau artificial intelligent (AI) justru mengingatkan masyarakat untuk sadar atas melesatnya AI di kehidupan manusia. Ancaman kehadiran AI lebih mendesak ketimbang isu perubahan iklim.

Geoffrey Hinton, yang dikenal luas sebagai salah satu "bapak baptis AI", baru-baru ini mengumumkan bahwa dia telah keluar dari Alphabet. Setelah 10 tahun merintis perusahaan tersebut, ia justru pensiun dan merasa apa yang ia bentuk bersama para founder makin meresahkan.

Baca Juga

Dilansir dari Reuters, Senin (8/5/2023), Hinton bahkan tak menampik bahwa kecerdasan buatan mengancam eksistensi manusia di muka bumi ini. "Saya tidak meremehkan isu perubahan iklim, namun ancaman AI ini justru lebih besar," tambah Hinton.

OpenAI yang didukung Microsoft menembakkan pistol awal pada perlombaan senjata teknologi pada bulan November, ketika itu membuat chatbot ChatGPT bertenaga AI tersedia untuk umum. Itu segera menjadi aplikasi dengan pertumbuhan tercepat dalam sejarah, mencapai 100 juta pengguna bulanan dalam dua bulan.

Pada bulan April, CEO Twitter Elon Musk bergabung dengan ribuan orang dalam menandatangani surat terbuka yang menyerukan jeda enam bulan dalam pengembangan sistem yang lebih kuat daripada GPT-4 OpenAI yang baru diluncurkan.

Penandatangan termasuk CEO Stability AI Emad Mostaque, peneliti di DeepMind milik Alphabet, dan sesama perintis AI Yoshua Bengio dan Stuart Russell.

Sementara Hinton berbagi keprihatinan penandatangan bahwa AI mungkin terbukti menjadi ancaman eksistensial bagi umat manusia, dia tidak setuju dengan menghentikan penelitian. “Ini sama sekali tidak realistis,” tegas Hinton.

Di Uni Eropa, sebuah komite anggota parlemen menanggapi surat yang didukung Musk, menyerukan Presiden AS Joe Biden untuk mengadakan pertemuan puncak global tentang arah masa depan teknologi dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen.

Minggu lalu, panitia menyetujui serangkaian proposal penting yang menargetkan AI generatif, yang akan memaksa perusahaan seperti OpenAI untuk mengungkapkan materi hak cipta apa pun yang digunakan untuk melatih model mereka.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement