Senin 08 May 2023 14:09 WIB

Ketua LBM PBNU Jelaskan Mengapa RUU Kesehatan Kontroversial

Para kiai menyebutkan beberapa ketidaksetujuan mereka terhadap RUU Kesehatan.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Sejumlah tenaga kesehatan saat melaksanakan aksi di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta, Senin (8/5/2023). Aksi damai yang dilaksanakan oleh gabungan organisasi profesi kesehatan itu menolak RUU Omnibus Law Kesehatan yang dinilai berpotensi memecah belah profesi kesehatan, melemahkan perlindungan dan kepastian hukum tenaga kesehatan. Selain itu mereka juga menuntut pemerintah untuk memperhatikan sejumlah fasilitas kesehatan di daerah pelosok yang belum memadai. Ketua LBM PBNU Jelaskan Mengapa RUU Kesehatan Kontroversial
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah tenaga kesehatan saat melaksanakan aksi di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta, Senin (8/5/2023). Aksi damai yang dilaksanakan oleh gabungan organisasi profesi kesehatan itu menolak RUU Omnibus Law Kesehatan yang dinilai berpotensi memecah belah profesi kesehatan, melemahkan perlindungan dan kepastian hukum tenaga kesehatan. Selain itu mereka juga menuntut pemerintah untuk memperhatikan sejumlah fasilitas kesehatan di daerah pelosok yang belum memadai. Ketua LBM PBNU Jelaskan Mengapa RUU Kesehatan Kontroversial

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) KH Mahbub Maafi menyampaikan tanggapan tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Dia menekankan RUU tersebut kontroversial karena beberapa alasan.

"RUU ini kontroversial karena ada satu bagian yang secara eksplisit menyamakan produk olahan tembakau dengan zat adiktif lainnya seperti psikotropika, narkotika, dan alkohol," ujar Kiai Mahbub dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Senin (8/5/2023).

Baca Juga

Hal itu disampaikan Kiai Mahbub dalam agenda besar LBM PBNU yakni Bahtsul Masail kiai dan bu nyai se-Indonesia pada 6 Mei 2023 lalu di Ponpes Al-Muhajirin asuhan Dr. KH. Abun Bunyamin yang juga rais syuriyah PWNU Jawa Barat.

Agenda tersebut dibagi ke dalam dua komisi. Komisi pertama diisi oleh para ibu nyai dan membahas tentang diskriminasi tentang peraturan kekerasan seksual yang terjadi di beberapa daerah. Meski sudah diatur dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), ada beberapa daerah yang tidak terdampak karena memiliki otonomi khusus.

Pada kesempatan ini, para bu nyai berdiskusi mengenai keabsahan alat bukti kekerasan seksual yang berupa sumpah soal apakah itu masih relevan. Komisi kedua diisi oleh para kiai dan membahas tentang RUU Kesehatan, terutama yang menyangkut tentang tembakau.

Para kiai menyebutkan beberapa ketidaksetujuan mereka terhadap RUU yang diajukan oleh Kementerian Kesehatan itu. Para kiai menyebutkan undang-undang ini berpotensi mengancam para petani Nahdliyyin di daerah.

Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) yang juga Katib Syuriah PBNU KH Sarmidi Husna menyebut RUU Kesehatan menjadi kontroversial karena mengatur penggunaan kemasan. Ia heran mengapa kemasan rokok diberi peringatan, tetapi botol miras tidak diberi peringatan.

"Masak kemasan rokok yang notabene beberapa ulama membolehkan, diberi peringatan sedemikian besar, sementara botol miras tidak ada peringatannya? Ini membuat kita bertanya-tanya kenapa kok pemerintah begitu diskriminatif? Jangan-jangan karena miras itu mayoritas produk impor?" katanya.

Mantan ketua Komnas HAM RI yang saat ini menjadi wakil ketua LPBH PBNU Nur Kholis mengatakan sebuah undang-undang harusnya dibuat sebagai pemecah isu sosial. Dia menyebutkan masyarakat yang sangat bergantung dengan industri tembakau berjumlah enam juta jiwa.

"Di mana letak penyelesaian masalahnya jika pekerjaan dan ladang kehidupan 6 juta jiwa ini terancam karena undang-undang ini?" kata Nur Kholis.

Para kiai dalam agenda Bahtsul Masail itu mengusulkan lima poin rekomendasi. Salah satu isinya adalah meminta pemerintah mengubah beberapa klausul dalam RUU tersebut. Sebab, jika dibiarkan, maka RUU itu berpotensi menjadi pasal karet dan mengancam industri pertembakauan.

Kelima rekomendasi tersebut nantinya akan diserahkan kepada Panja DPR RI dan Kemenkes agar menjadi pertimbangan yang kuat sebelum mengesahkan undang-undang itu. Kiai Mahbub menyampaikan, Panja dan Kemenkes sudah diundang untuk hadir dalam agenda Bahtsul Masail itu, namun mereka tidak datang.

"Ya, nanti kita berikan secara langsung kepada dua pihak itu agar masukan para kiai yang hadir dalam Bahtsul Masail ini bisa dipertimbangkan," ungkapnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement