Selasa 09 May 2023 01:24 WIB

Isu Cawe-Cawe Pilpres, Jokowi Dinilai tak Miliki Komitmen Terhadap Demokrasi

"Menjadi negarawan berarti menjadi petugas rakyat bukan petugas partai," kata Kamhar.

Presiden Joko Widodo menyapa warga saat mengunjungi Pasar Tanah Abang di Jakarta, Kamis (4/5/2023). Pertemuan Jokowi dengan ketua umum parpol koalisi kecuali Nasdem di Istana Kepresidenan pada pekan lalu belakangan menuai polemik. (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Presiden Joko Widodo menyapa warga saat mengunjungi Pasar Tanah Abang di Jakarta, Kamis (4/5/2023). Pertemuan Jokowi dengan ketua umum parpol koalisi kecuali Nasdem di Istana Kepresidenan pada pekan lalu belakangan menuai polemik. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Dessy Suciati Saputri

Partai Demokrat menilai, kasak-kusuk yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengkondisikan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) tertentu tak menunjukkan sikap kenegarawanannya. Apalagi, jika benar adanya dugaan untuk menjegal sosok tertentu.

Baca Juga

"Pengkondisian pencalonan pasangan tertentu dan upaya menjegal paslon yang tak dikehendaki menjadi tanda ia tak memiliki komitmen terhadap demokrasi dan jiwa politik kenegarawanan," ujar Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat, Kamhar Lakumani lewat keterangannya, Senin (8/5/2023).

"Sejarah akan mencatat ini sebagai legacy yang buruk dalam perjalan demokrasi bangsa kita pascareformasi," sambungnya.

Seorang negarawan tentu akan menjadikan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara sebagai yang utama. Bukan kepentingan golongan atau kelompok tertentu saja yang didukungnya.

"Menjadi negarawan berarti menjadi petugas rakyat, bukan petugas partai. Seorang negarawan dan demokratis sejati senantiasa menjadikan daulat rakyat yang dipedomani dan dilayani, bukan daulat tuan," ujar Kamhar.

Ia pun meminta Jokowi untuk belajar dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika masa kepemimpinannya berakhir pada 2014. Saat SBY menghadirkan pemilihan umum (Pemilu) 2024 yang demokratis.

"Berhasil menjaga kualitas pemilu yang berlangsung secara demokratis. Alhamdulillah sukses tercatat dengan tinta emas dalam sejarah sebagai seorang negarawan dan demokratis sejati," ujar Kamhar.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menekankan, dirinya adalah pejabat publik sekaligus pejabat politik. Karena itu wajar apabila ia berbicara berkaitan dengan situasi politik ketika mengundang enam ketua umum partai politik.

"Dalam politik itu wajar-wajar saja, biasa dan saya itu adalah pejabat publik sekaligus pejabat politik. Jadi biasa kalau saya berbicara politik, ya boleh dong," ujarnya saat memberi keterangan kepada awak media di Sarinah, Jakarta.

Jokowi menambahkan bahwa selama ini dia juga banyak berbicara berkaitan dengan pelayanan publik. Menurut Jokowi kedua hal itu menjadi tugas seorang Presiden, tetapi dia akan berhenti ikut campur ketika sudah ada penetapan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Ya kan memang ini tugas, tugas seorang Presiden. Hanya kalau memang sudah ada ketetapan dari KPU saya" ujar Jokowi sembari menunjukkan gestur mengangkat kedua tangannya.

Sebelumnya, Ketua DPP Partai Nasdem Sugeng Suparwoto mengatakan, bahwa Surya Paloh ingin Presiden Jokowi netral pada Pilpres 2024. Hal itu pula yang diungkapkan Surya Paloh kepada Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Netralitas tersebut dipandangnya sebagai bagian dari menjaga kondusivitas dalam negeri. Pandangan Surya Paloh itu juga disebutnya diamini oleh Luhut dalam makan siang bersama keduanya di Wisma Nusantara. Jakarta.

"Sejak tahun 2014 bukan sekedar pendukung, kami adalah pengusung utama, maka kami tuh ingin Pak Jokowi meninggalkan legacy yang baik. Baik secara ekonomi, politik, sosial, budaya, tata negara, dan sebagainya yang intinya berpihak pada konstitusi dan moral politik yang baik," ujar Sugeng di Kantor Sekretariat Perubahan, Jakarta, akhir pekan lalu.

Dukungan atau endorsement dari Jokowi dinilainya akan membuat proses Pilpres 2024 tak berimbang. Seyogyanya, Jokowi dan pemerintahannya tak berpihak kepada capres tertentu.

"Biarkanlah putra putri terbaik berkompetisi melalui mekanisme konstitusional dan melalui proses politik yang baik. Itu tadi penegasan begitu," ujar Sugeng.

Dukungan atau endorsement Jokowi kepada sosok tertentu pada Pilpres 2024 memang merupakan haknya sebagai warga negara. Namun, Surya Paloh ingin agar Jokowi memposisikan diri sebagai negarawan jelang kontestasi nasional tersebut.

"Mestinya, mohon maaf, Presiden sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus kepala negara itu harus memposisikan sebagai negarawan gitu. Jadi tidak perlu, betul bahwa itu adalah hak asasi masing-masing, tapi kan masing-masing namanya pejabat publik itu kan ada namanya privilege, tetapi ada juga hak yang harus dibatasi," ujar Sugeng.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement