Senin 08 May 2023 17:49 WIB

PDIP Sindir Presiden Sebelum Jokowi Juga Kumpulkan Ketum Parpol di Istana

Jusuf Kalla menyarankan Jokowi untuk tidak terlalu melibatkan diri pada perpolitikan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto melakukan pengecekan Stadion Gelora Bung Karno (GBK) yang akan digunakan untuk peringatan Bulan Bung Karno, di Stadion GBK, Jakarta, Senin (8/5/2023).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto melakukan pengecekan Stadion Gelora Bung Karno (GBK) yang akan digunakan untuk peringatan Bulan Bung Karno, di Stadion GBK, Jakarta, Senin (8/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa tak ada yang salah ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundang enam ketua umum partai politik di Istana Merdeka. Sebab, hal serupa juga kerap dilakukan oleh presiden sebelum Jokowi.

Pernyataan tersebut untuk menanggapi pernyataan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Muhammad Jusuf Kalla. Pria yang akrab disapa JK itu sebelumnya meminta Jokowi untuk tidak terlalu melibatkan diri dalam perpolitikan jelang Pilpres 2024.

Baca Juga

"Sebenarnya secara empiris ini juga dilakukan sebelumnya oleh presiden sebelumnya. Kemudian juga oleh Pak JK sekalipun ketika berbicara dan beliau kan juga menjadi dewan pengarah di dalam tim kampanye dari Pak Jokowi-KH Ma’ruf Amin (pada Pilpres 2019)," ujar Hasto di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Senin (8/5/2023).

Kendati demikian, merupakan hak JK untuk menyampaikan pendapatnya. Namun ia menegaskan, pertemuan antara Jokowi dengan enam ketua umum partai politik di Istana Merdeka tak membahas politik praktis.

"Sebagai pihak yang saat itu mendengar secara langsung dari Ibu Megawati Soekarnoputri, terhadap apa yang dibicarakan di Istana Negara, itu sesuatu hal yang betul-betul berkaitan dengan kepentingan bangsa dan negara ke depan," ujar Hasto.

Jokowi sebagai pemimpin juga tetap membuka ruang dialog dengan semua pihak. Termasuk dengan Partai Nasdem yang masih menjadi bagian dalam koalisi pemerintahan.

Awalnya, ia mengatakan bahwa politik tidak hanya dibangun atas formalitas kerja sama politik. Namun, politik juga harus memperhatikan aspek etika, sinyal kepemimpinan, kebijakan dari Jokowi sebagai Presiden.

"Sehingga hal itulah yang juga harus dibaca, mengapa Bapak Presiden Jokowi di dalam pertemuan tersebut tidak mengundang dari Partai Nasdem, tetapi sebagai sosok yang memang mengedepankan dialog, Pak Jokowi terbuka," ujar Hasto.

Ruang dialog tersebut terlihat ketika Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bertemu dengan Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh. Di sisi lain, tetap atau tidaknya Partai Nasdem dalam Kabinet Indonesia Maju merupakan hak prerogatif Jokowi.

"Terkait dengan reshuffle, ini kan kewenangan sepenuhnya dari Presiden dan PDI Perjuangan sejak awal menyatakan tidak campur tangan terhadap hal tersebut," ujar Hasto.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement