Senin 08 May 2023 17:55 WIB

Angka Penderita Sifilis di Indonesia Meningkat 70 Persen

Penderita sifilis di Indonesia naik 70 persen dalam lima tahun terakhir.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakanjumlah orang yang menderita penyakit sifilis mengalami peningkatan hampir 70 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2016-2022).
Foto: www.freepik.com
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakanjumlah orang yang menderita penyakit sifilis mengalami peningkatan hampir 70 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2016-2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakanjumlah orang yang menderita penyakit sifilis mengalami peningkatan hampir 70 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2016-2022). "Untuk penyakit sifilis saja, dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2016-2022) terjadi peningkatan kasus sebesar hampir 70 persen," kata Juru Bicara KemenkesMohammad Syahril dalam Konferensi Pers 'Melindungi Anak dari Penularan Penyakit Seksual' yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (8/5/2023).

Ia mengatakan, pada tahun 2016 ada 12 ribu kasus penyakit sifilis dan terus meningkat hampir mendekati 21 ribu kasus pada tahun 2022. Menurutnya, salah satu penyebab peningkatan kasus adanya perilaku seks berisiko yang dilakukan orang tua, misalnya melalui seks oral atau seks anal.

Baca Juga

"Perilaku seks yang berisiko ini sangat mungkin untuk mencederai hak anak dan mengancam kelangsungan hidupnya karena bisa menimbulkan kecacatan," kata Syahril.

Dalam data Kemenkes, perilaku seks yang berisiko itu kemudian membuka potensi ibu menularkan sifilis kepada anaknya. Bahkan, persentase terjadinya abortus, bayi lahir mati atau bayi mengalami sifilis kongenital akibat penularan mencapai 69 hingga 80 persen.

Lebih lanjut ia menyoroti jumlah ibu hamil dengan sifilis yang diobati masih rendah atau berkisar 40 persen. Sedangkan 60 persen lainnya tidak mendapatkan pengobatan sehingga berpotensi menularkan dan menimbulkan cacat pada anak yang dilahirkan.

"Rendahnya pengobatan dikarenakan adanya stigma dan unsur malu. Setiap tahunnya, dari lima juta kehamilanhanya sebanyak 25 persen ibu hamil yang di skrining sifilis. Dari 1,2 juta ibu hamil akhirnya 5.590 ibu hamil positif sifilis," kata Syahril.

Dari situasi itu, kata dia, hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana masyarakat menghilangkan stigma buruk terhadap para pasien dan mendukung mereka segera melakukan pemeriksaan gratis yang telah disediakan fasilitas kesehatan pemerintah agar cepat mendapatkan penanganan atau obat yang dibutuhkan.

Hal lain yang perlu diupayakan berkelanjutan adalah memberikan pemahaman jika sifilis bisa dicegah dengan menggunakan alat pengaman, seperti kondom saat berhubungan seks dan menghindari perilaku seks yang berisiko.

Sebagaimana yang dimandatkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 46 tentang Kesehatan bahwa negara, pemerintah, pemerintah daerah, keluarga, dan orang tua wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan.

"Kalau pengobatan sifilis ada obat-obat yang digunakan tergantung tingkat klinisnya, mulai dari yang ringan hingga berat. Kalau ini diobati dengan baik, maka Insya Allah dia akan sembuh, terkendali, dan tidak menulari kepada orang lain, termasuk kepada bayi yang akan dilahirkan," ucap Syahril.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement